Selasa, 02 Februari 2016

NASKAH FILM PENDEK/ ANAK-ANAK


 
BUKITENGKORAX
karya: Widyo Babahe
Scene 01.
Di perkemahan/Tengah hutan sawit – siang hari
Kakak Pembina, regu putri, regu putra

            Masing-masing Pimpru menyiapkan barisannya. Mereka akan melaksanakan kegiatan Survival. Saat diistirahatkan Kakak pembina masuk.
Kakak :  salam pramuka!
Pserta :  salam!
Kakak :  selamat siang adik-adik.
Pserta :  siang Kak.
Kakak : semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah siap semua?
Pserta :  siap!
Kakak : keberhasilan tergantung pada kerja team atau kekompakan kelompok, paham!?
Pserta :  paham.
Kakak : kalian tahu kah, seperti apa bukit tengkorak?
Semua : tahu kak!
Kakak : selamat jalan! Sampai bertemu kembali di Bukitengkorak sebelum petang datang!
            Masing-masing Pimpru menyiapkan regunya. Regu putri jalan terlebih dahulu, Regu putra menyusul kemudian.

Scene 02 – scene 03.
Di tengah hutan – siang hari
Regu putri – regu putra

Regu putri sibuk mencari jejak. – Regu putra sibuk mencari jejak.

Scene 04.
Di tengah hutan – siang hari
Regu putri

            Regu putri sedang duduk-duduk, beristirahat sambil membuka bekal.
Dina    : perasaan sudah lama kita istirahat, regu putra kok belum kelihatan?
Tina    : jelas tersesat itu regu putra.
Tiwi    : jangan-jangan kita sendiri yang tersesat.
            Semua berdiri serempak. Mulai tegang.
Pimru : santai, jangan terlalu tegang! Kita buka kembali peta! Nah, benarkan… ini nanti kita lurus sekitar 50 meter ada tanda. Ayo brangkat!
            Setelah 50 M, mereka menemukan tanda. Semua saling memandang, kemudian tos!

Scene 05.
Di tengah hutan – siang hari
Regu putra

            Regu putra berjalan menyusuri hutan sambil bernyanyi. Tiba-tiba sampai di tepian bukit tengkorak. Semua kaget.
Doyok : yang bener aja, masa cepat sekali nyampe. Ga salah ni?
Jaka    : jangan sok kamu, nyasar baru tahu rasa.
Raka   : oiya, mestinya regu putri dah nyampe dulu…
Jaka    : perasaan kita pun tidak menyalipnya…
Dodo   : jangan-jangan regu putri tersesat!
Doyok : bagaimana ini Bos?
Dodo   : kita lanjutkan perjalanan menuju bukit, atau kita cari regu putri?
Doyok : lanjut, lalu kita lapor sama kakak Pembina?
Pimru : bagaimana kalau sebagian lanjut, sebagian mencari regu putri.
Raka   : saya ikut yang cari regu putri!
Pimru : baiklah, Dodo, Doyok, Jaka, lanjut. Smentara saya sama Raka nyari regu putri.
            Kemudian mereka berpisah.

Scene 06.
Di tengah hutan – sore hari
Regu putri

            Disaat mreka sedang istirahat, menunggu Rika yang sedang pipis.
Dina    : kok lama sekali sih, Rika!?
Tiwi    : keburu sore nih!
Tina    : sabar sedikit knapa sih?
Dina    : ni lebih darai sabar, Tina. Masa pipis lebih dari seperempat jam!
Pimru : ya sudah, Dina dan Tiwi nyusul. Barang kali ada sesuatu!
Dina dan Tiwi : ga ah, males!
Tina    : nah, sudah mulai tidak kompak ni…
Pimru : kalau begitu kalian tunggu saja disini, saya yang nengok Rika!
Tina    : aku ikut.
Kemudian Pimru dan Tina mencari Rika. Tiwi dan Dina tidak sabar, akhirnya mereka berdua sepakat melanjutkan perjalan dengan membawa peta.

Scene 07.
Di tengah hutan – siang hari
Pimru, Tina, Rika.

            Pimru dan Tina mencaari dan memanggil Rika beberapa kali. Akhirnya mereka mengetahui Rika sedang mengintai sesuatu.
Tina    : hai Rika, sedang apa kamu?
Rika    : mengintai anak kelinci.
Tina    : tugas kita tidak mencari anak kelinci, tahu!
Pimru : kasihan tuh, Dina sama Tiwi. Sudah mulai sewot…
            Akhirnya Rika berdiri dan mengikuti mereka.

Scene 08.
Di tengah hutan – siang hari
Pimru, Tina, Rika.

            Ditempat semula, waktu mereka menunggu Rika. Dina dan Tiwi sudah hilang. Mereka bertiga panik.
Rika    : bagaimana ini, smentara peta mereka yang bawa?
Tina    : gara-gara kamu sih, Rik. Semua jadi kacau. Egois!
Pimru : sudah-sudah, bukan penyelesaian itu namanya.
R & T : lalu?
Pimru : saya kan masih bawa kompas. Kita terpaksa jalan pintas. Mari kita berdoa…
            Kemudian mereka Tos! Dan melanjutkan perjalanan berdasar kompas.

Scene 09.
Di tengah hutan – siang hari
Dina dan Tiwi

            Mereka tersesat. Saling menyalahkan. Suara burung malam, menambah suasana mencekam. Ketakutan Dina dan Tiwi semakin menjadi. Dina nangis, tak lama kemudian Tiwi. Mereka berdua memanggil nama teman-temannya. Sesekali memanggil orang tuanya, kakak Pembina, walikelasnya, kepala sekolahnya.

Scene 10.
Di tengah hutan – Sore hari
Pimra, Pimpri, Tina, Rika dan Raka.

            Mereka berjalan menyusuri semak-semak. Sesaat terdengar suara mencurigakan. Mereka berhenti mencaari sumber suara. Mereka melihat semak-semak bergerak-gerak. Mereka jongkok, mengendap. Pimru curiga, dia meneriakkan sandi. ternyata ada jawaban, berarti temannya. Mereka menghampiri.
Pimra  : Dina, Tiwi mana?
Pimri   : mereka melarikan diri, membawa peta.
T & R : dan petaaka.
Raka   : sudah-sudah, lalu kita bagaimana?
Pimra  : kita cari!
Pimri   : dan kita jangan sampai berpisah!
Semua : hm.. hm..
Pimri   : ada apa sih?!
Semua : addd…da aja!
            Sesaat kemudian Kakak Pembina, Dodo, Doyok, dan Jaka datang.
Kakak : kok kalian semua ada disini, mana Dina dan Tiwi?
Semua : itulah kak…
Kakak : ayo kita cari, sebelum datang petang. Regu putri bersama saya, yang putra bersama Pimrunya!
Putra  : siap, Kak!

Scene 11.

Di tengah hutan – Sore hari
Dina dan Tiwi
           
Dengan terseok-seok, Dina dan Tiwi berajalan menysusuri hutan. Mereka kaget ada suara Orang Tua (OT), yang kemudian muncul dari balik pohon, membelakangi mereka, deangan rambut putih terurai sepinggang.
OT      : selamat datang di bukit tengkorak cucu-cucuku. Mari aku tunjukkan tempatnya!
            OT tersebut berjalan dengan meniup seruling “manju Tak Gentar.” Dina dan Tiwi mengikuti dibelakangnya.

Scene 12.
Di tengah hutan – Sore hari
Dina dan Tiwi

            OT berhenti, masih membelakangi. Menunjuk bukit.
OT      : nah disini tempatnya. Didepanmu adalah bukit… dan ini tengkoraknya! (menunjukkan tengkorak. Dian dan Tiwi kaget. Mereka saling memandang).
Dina & Tiwi :   bukankah itu tengkorak yang ada di lab sekolah kita…?

 


HANTU IWAK-PEYEK
karya: Widyo Babahe
Scene 01.
            Di dalam kelas – siang hari
Pemilihan pengurus kelas. Dibimbing Wali kelas. Sesaat Sheila minta ijin kebelakang. Sesaat Sheila masuk. Tak lama kemudian Yayuk dan Lutfi ijin kebelakang, disusul Agun dan Ici’.
Scene 02.
            Di depan Kamar Mandi – siang hari.
Ada anak menangis, Yayuk dan Ltfi menyapa, ternyata kuntilanak. Yayuk dan Lutfi pingsan.
Scene 03.
            Di depan Kamar Mandi – siang hari.
Agun dan Ici’ keluar kelas menuju kamar Mandi, sambil menyanyi IWAK PEYEK. Di depan kamar mandi ada cewek, digoda, ternyata Sundel Bolong. Agun dan Ici’ lari.
Scene 04.
            Di dalam kelas – siang hari
Agun dan Ici’ masuk kelas, panik. Lapor kalau Yayuk dan Lutfi pingsan di depan kamar mandi.
Scene 05.
            Di depan Kamar Mandi – siang hari.
Walik kelas bersama anak-anak lain. Melihat Yayuk dan Lutfi pingsan. Digotong bersama.
Scene 06.
            Di UKS – siang hari.
Yayuk dan Lutfi terbaring. Wali kelas dan Dokter Kecil dan beberapa temannya merawat. Siuman, bercerita kalau ketemu hantu di depan kamar mandi. Agun dan Ici’ menimpali.
Scene 07.
            Di halaman Sekolah – siang hari – keesokan harinya. Sheila duduk bersama Anu.
Sheila  :  kamu percaya, kalau di sekolah kita ada hantunya?
Anu     :  mau tidak, buktinya teman-teman bercerita demikian. Mau percaya, belum pernah lihat.
Sheila  :  kamu mau membuktikan?
Anu     :  ach, jangan bercanda kamu…
Sheila  :  saya mau membuktikan. Mau ikut?
Anu     :  jangan bercanda kamu, Sheila!
Scene 08.
            Di kebun sawit – sore hari.
Para hantu sedang bermain. Ibunya hantu memanggil anak-anaknya untuk makan bersama.
Ibu       :  anak-anak, sebelum makan marilah kita berdoa dulu!
Setelah berdoa, Ibu membuka tudung makanan, yang isinya manusia.
Lmpor :  bosen saya, makannya gitu-gitu saja…
Tuyul   :  menu kita bangsa hantu, kan memang gitu!
Ibu       :  lha terus maumu apa?
Lmpor :  iwak peyek! Uenak itu…
Semua :  iwak peyek?
Ibu       :  sebentar, sepertinya ada tamu…
Sheila dan Anu datang.
Ibu       :  ada apa kalian dating kemari?
Sheila  :  knapa kalian slalu menakut-nakuti teman-temanku?
Kuntil  :  kan memang tugas kami.
Sheila  :  saya minta jangan dating lagi di sekolah kami.
Ibu       :  ee… tidak mudah. Ada syaratnya…
Sheila  :  syaratnya apa?
Lmpor : iwak peyek… ewek-ewek-ewek…
Semua :  ya… iwak peyek… ewek-ewek-ewek…
Scene 09.
            Di dalam kelas – siang hari.
Sheila  :  itulah syaratnya teman-teman.
K.Klas :  kok aneh ya…
Semua :  sudahlah, kita ikuti saja permintaannya, asal tidak mengganggu kita lagi.
Yayuk :  kalau begitu, setiap kita ke kamar mandi, kita harus bawa iwak peyek…
Semua : untuk apa?
Yayuk :  kalau hantu itu menakuti kita, kita lempar dengan iwak peyek. Pasti hilang.
Semua :  haha… ha… ha…
K.klas  :  baiklah, kita iuran untuk beli iwak peyek. Besok kita kesana bersama-sama.
Scene 10.
            Di kebun sawit – sore hari.
Para hantu sedang pesta iwak peyek. Sheila dan Anu disudut lokasi.
Anu     :  saya masih kurang percaya. (Sheila tersenyum)!
 


Thole dan Ikan Emas
Scene 01.
Di Jalan Raya – siang hari
Thole pulang sekolah

            Hiruk-pikuk kendaraan bermotor di jalan raya. Thole bersepeda, menyusuri tepian jalan.

Scene 02.
Di Jalan, tepian bantaran sungai – siang ahri
Thole pulang sekolah

Thole bersepeda menyusuri jalan, tepian/bantaran sungai. Ia berhenti sejenak  (masih di atas sepedanya), melihat-lihat air di sungai. Dia tersenyum. Kemudian mengayunkan pedal. Melajukan sepedanya.

Scene 03.
di jalan masuk kampong – siang hari
Thole pulang sekolah

Thole bersepeda, menyusuri jalan kampungya. Kadang dia mengusap keringat diwajahnya, dengan tangan.

Scene 04.
Di pekarangan rumah – saing hari
thole

thole masuk pekarangan. Menaruh sepedanya begitu saja. Dia masuk rumah.

Scene 05.
Di dalam rumah – siang hari.
Thole

Thole melepas tas, baju, sepatu. Menaruh tas, sepatu, baju. Ganti kaos.

Scene 06.
Di halaman – siang hari
Thole, anak-anak bermain.

Sekerumunan anak-anak putri sedang bermain. 2 anak putra mengganggu. Anak-anak putri marah. 2 anak putra sambil tertawa, meninggalkan anak-anak putri. Anak-anak putri melanjutkan bermainnya.

Scene 07.
Di halaman – siang hari
Thole dan anak-anak putra.

Thole dan 1 temannya duduk. Memandang teman-teman putri bermain. Beberapa saat kemudian teman putra yang lain berdatangan.
Anak 1:  teman-teman, yo bermain, yo!
Anak 2:  bermain apa.
Anak 3:  sepak bola bagaimana?
Anak 4: bosan saya. Bermain yang lain saja.
Thole :  teman-teman, bagaimana kalau kita mancing? Tadi pulang sekolah saya melihat0lihat air di sungai. Kelihatannya ikannya banyak
Semua: ok, setuju.
Kemudian mereka bubaran.

Scene 08.
Di jalan kampong – siang hari
Thole dan teman-temannya

Thole dan teman-temannya bersepeda, sambil membawa pancing.

Scene 09.
Di bantaran sungai – saing hari
Thole dan teman-temannya

Thole bersepeda bersama teman-temannya sampai di bantaran sungai. Mereka menyandarkan sepedanya, kemudian berjalan ketepi sungai peersiapan mincing, sampai pada adegan mancing. Beberapa kali mereka mengayunkan pancing dan mengangkatnya, 1 ekor ikanpun tidak ada yang nyangkut.
Anak 1:  thole, disini sepi ikannya
Anak 2:  pindah saja yuk!
Beberapa teman yang lain terpengaruh. Mereka menyabet-nyabetkan kailnya ke sungai. Tetapi Thole tetap tenang saja. Semua pada melihat Thole, kemudian mendekat. Tak lama kemudian kail Thole diangkat. Ternyata kail Thole tersangkut ikan emas.

Scene 10.
Di tepi sungai – siang hari
Thole dan teman-temannya

Setelah melihat Thole mendapat ikan, teman-temannya berebut melempar umpan disekitar tempat Thole mendapatkan ikan. Beberapa saat kemudian mereka mendengar suara tangis. Thole dan teman-temannya, bertanya-tanya dan mencari sumber suara tangis.

Suara:  huhu… huhu…huhu…
Thole:  siapa kamu?
Suara:  huhu… huhu… huhu…
Thole:  siapa kamu? Kenapa kamu menangis?
Suara:  aku… huhu… aku ikan emas yang kamu pancing.
Semua:  ikan emas?

Scene 11.
Di bantaran sungai – siang hari
Thole dan teman-temannya
Ikan emas di kaleng bekas roti. Thole dan teman-temannya mendekat.
Thole  :  ikan emas, kenapa kamu menangis?
Semua: iya ikan emas, kenapa kamu menangis?
Suara  :  aku kesepian, tidak punya teman, tidak seperti kalian…
Anak 6:  memangnya teman-temanmu pada kemana?
Suara  :  teman-temanku pada mati semua…
Anak 7:  karena apa? Sakit ya?
Suara  :  tidak! Teman-temanku mati karena perbuatan manusia… teman-temanku ada yang mati karena diapotas, disetrum, dan lain-lain.
Semua:  apakah mereka orang tua kami?
Suara  :  aku tidak tahu, apakah mereka orang tua kalian atau bukan. Mereka manusia-manusia jahat! Jahat! Jahaaaat! Huhu… huhu… huhu…

Scene 12.
Di gardu kampong – siang hari
Thole dan teman-temannya
Mereka duduk bergerombol. Di tengah kerumunan mereka, adalah kaleng bekas roti, berisi ikan emas. Mereka membicarakan nasib ikan emas.
Thole  :  saya akan mengembalikan ikan emas ini ke sungai.
Anak 8:  eman-eman kalo dikembalikan  Thole!
Anak 9:  kasihan dia, kalo di sungai, kesepian. Tidak punya teman.
Semua:  iya, disini kita semua temannya…
Anak 6:  dia kan hidupnya di air, sedang kita di darat.
Anak 7:  bagaimana kalo ikan emas itu dikembalikan, lalu kita temani?
Semua:  maksudnya, siang malam kita nemani di sungai, gitu!?
Anak 7: bukan begitu maksud saya…
Thole  :  sudah, sudah sudah! Saya punya ide. Bagaimana kalau kita kembalikan, kemudian kita tabur benih ikan untuk teman ikan emas di sungai?
  Semua: (saling memandang) setuju!

Scene 13.
Di tepi sungai – siang hari
Thole dan teman-temannya
Tjole dan teman-temannya, berdiri berjajar di tepi sungai. Thole membawa kaleng bekas roti isi ikan emas. Teman-temannya membawa aneka tempat, berisi aneka benih ikan. Pertama kali Thole melepas ikan emas, kemudian disusul teman-temannya menabur benih ikan yang mereka bawa.
Thole  :  selamat jalan ikan emas…
Semua:  sekarang kamu tidak kesepian lagi!
Suara  :  terimakasih Thole. Terimakasih teman-teman.

Scene 14.
Di bantaran sungai – siang hari
Thole
Seperti scene 01, dan scene 02. Thole tersenyum melihat jauh kedepan.
S-E-L-E-S-A-I



POHON KESEPIAN
karya: widyo Babahe
Scene 01.
Di halaman sekolah – siang hari
Sawitra, teman-teman dekatnya, anak-anak pulang sekolah

            Suara lonceng 3X, tanda sekolah usai. Anak-anak berhamburan keluar dari kelas, melintas di halaman. Beberapa saat, tampak Sawitra berjalan bersama teman-teman dekatnya.

Scene 02.
Di luar pagar sekolah – siang hari
Sawitra dan teman-teman dekatnya

            Sawitra bersama teman-teman dekatnya, keluar dari pagar. Berhenti sejenak di depan pagar. 2 teman dekatnya melambaikan tangan, berjalan kearah kiri. Sawitra bersama 2 teman dekatnya yang lain, berjalan kearah kanan.

Scene 03.
Di persimpangan jalan loging, di tengah sawitan – siang hari
Sawitra, 2 teman dekatnya.

            Sawitra bersama 2 teman dekatnya, berjalan menyusuri jalan loging. Di persimpangan mereka berhenti, saling Tos! 2 teman dekatnya berjalan lurus, Sawitra belok kiri sendirian, melambaikan tangan.

Scene 04.
Di tengah sawitan – siang hari
Sawitra, Alfin, Solikin

            Sawitra berjalan sendirian di tengah sawitan. Tak berapa lama terdengar suara aneh. Dia berhenti sejenak, tengok kanan-kiri…

Sawitra: (dalam batin) ah, itu pasti suara Alfin. Pura-pura takut sajalah…

Kemudian Sawitra berlari. Tak berapa lama dari balik pohon sawit, keluar seorang anak bertubuh besar, salah satu teman dekat Sawitra, yang berpisah di depan pagar sekolah.

Alfin   : haha… haha… dasar penakut. Haha… haha… Sawitra tunggu…
           
Alfin berlari menyusul Sawitra, Disusul kemudian teman satunya lagi (Solikin) yang bertubuh kecil, yang sejak tadi bersembunyi.

Scene 05.
Di dalam rumah – siang hari
Ibu, Sawitra

Rumah Bapak Sawitra, tampak tua, termakan usia. Dinding kayu. Di dalam rumah tampak seonggok kelapa sawit. Di ruangan tengah ada meja kursi sederhana, terbuat dari kayu. Sawitra masuk (pulang dari sekolah). Terdengar suara dari dalam kamar.
Ibu      : sudah pulang, Nak? (kemudian keluar dari kamar, menuju ruang tengah)
Sawitra: emak tidak kerja?
Ibu      : bapakmu terserang demam, ketika kamu berangkat sekolah.
Sawitra: Bapak sakit?
Ibu      : bapakmu pesan, setelah makan siang, kamu mencari rumput, untuk makan sapi kita.

Scene 06.
Di tengah hutan – siang hari
Sawitra dan Pohon

Sawitra memotong dahan dan rumput. Setelah cukup, dia menjinjing kerajangnya. sawitra bejalan, sambil membawa sabit dan keranjang. Sesampainya di pohon yang besar, terdengar suara menangis.
Sawitra: hai, siapa kau? Alfinkah?
Pohon : aku. Aku adalah pohon yang kesepian…
Sawitra: pohon? Kamu bisa bicara?
Pohon : aku adalah pohon yang kesepian…
Sawitra: kenapa kamu menangis?
Pohon: karena teman-temanku sudah ditebang oleh teman-teman Bapakmu.
Sawitra: termasuk bapak saya?
Pohon : ya! Kemudian hutan ini ditanami sawit. Sehingga saya tidak punya teman.

Scene 07.
Di halaman sekolah – siang hari
Sawitra dan teman-teman dekatnya

            Di bawah pohon rindang, mereka bergerombol, tampak serius.
Sawitra: demikian ceritanya teman-teman.
Agus   : bukankah sawit juga bermafaat bagi kita semua?
Budi    : bukan manfaatnya yang dimaksud!
Agus   : lalu?
Alfin   : pohon itu kesepian!
Agil     : saya jadi bingung…
Likin   : saya punya ide…
Semua : apa itu?
Likin   : tanyakan Sawitra…
Semua : huhu…
Sawitra: begini teman-teman. Bagaimana kalau kita adakan gerakan menanam!

Scene 08.
Di tengah hutan – siang hari
Sawitra, teman-teman lainnya

            Disekitar pohon kesepian, Sawitra bersama teman-temannya menanam pohon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar