BUKITENGKORAX
karya: Widyo Babahe
Scene 01.
Di perkemahan/Tengah hutan sawit – siang
hari
Kakak Pembina, regu putri, regu putra
Masing-masing
Pimpru menyiapkan barisannya. Mereka akan melaksanakan kegiatan Survival. Saat
diistirahatkan Kakak pembina masuk.
Kakak : salam pramuka!
Pserta : salam!
Kakak : selamat siang adik-adik.
Pserta : siang Kak.
Kakak : semua perlengkapan yang dibutuhkan sudah siap semua?
Pserta : siap!
Kakak : keberhasilan tergantung pada kerja team atau kekompakan kelompok,
paham!?
Pserta : paham.
Kakak : kalian tahu kah, seperti apa bukit tengkorak?
Semua : tahu kak!
Kakak : selamat jalan! Sampai bertemu kembali di Bukitengkorak sebelum
petang datang!
Masing-masing
Pimpru menyiapkan regunya. Regu putri jalan terlebih dahulu, Regu putra
menyusul kemudian.
Scene 02 – scene 03.
Di tengah hutan – siang hari
Regu putri – regu putra
Regu putri sibuk
mencari jejak. – Regu putra sibuk mencari jejak.
Scene 04.
Di tengah hutan – siang hari
Regu putri
Regu
putri sedang duduk-duduk, beristirahat sambil membuka bekal.
Dina : perasaan sudah lama kita istirahat, regu putra kok belum
kelihatan?
Tina : jelas tersesat itu regu putra.
Tiwi : jangan-jangan kita sendiri yang tersesat.
Semua
berdiri serempak. Mulai tegang.
Pimru : santai, jangan terlalu tegang! Kita buka kembali peta! Nah,
benarkan… ini nanti kita lurus sekitar 50 meter ada tanda. Ayo brangkat!
Setelah
50 M, mereka menemukan tanda. Semua saling memandang, kemudian tos!
Scene 05.
Di tengah hutan – siang hari
Regu putra
Regu
putra berjalan menyusuri hutan sambil bernyanyi. Tiba-tiba sampai di tepian
bukit tengkorak. Semua kaget.
Doyok : yang bener aja, masa cepat sekali nyampe. Ga salah ni?
Jaka : jangan sok kamu, nyasar baru tahu rasa.
Raka : oiya, mestinya regu putri dah nyampe dulu…
Jaka : perasaan kita pun tidak menyalipnya…
Dodo : jangan-jangan regu putri tersesat!
Doyok : bagaimana ini Bos?
Dodo : kita lanjutkan perjalanan menuju bukit, atau kita cari regu
putri?
Doyok : lanjut, lalu kita lapor sama kakak Pembina?
Pimru : bagaimana kalau sebagian lanjut, sebagian mencari regu putri.
Raka : saya ikut yang cari regu putri!
Pimru : baiklah, Dodo, Doyok, Jaka, lanjut. Smentara saya sama Raka nyari
regu putri.
Kemudian
mereka berpisah.
Scene 06.
Di tengah hutan – sore hari
Regu putri
Disaat
mreka sedang istirahat, menunggu Rika yang sedang pipis.
Dina : kok lama sekali sih, Rika!?
Tiwi : keburu sore nih!
Tina : sabar sedikit knapa sih?
Dina : ni lebih darai sabar, Tina. Masa pipis lebih dari seperempat
jam!
Pimru : ya sudah, Dina dan Tiwi nyusul. Barang kali ada sesuatu!
Dina dan Tiwi : ga ah, males!
Tina : nah, sudah mulai tidak kompak ni…
Pimru : kalau begitu kalian tunggu saja disini, saya yang nengok Rika!
Tina : aku ikut.
Kemudian Pimru dan Tina
mencari Rika. Tiwi dan Dina tidak sabar, akhirnya mereka berdua sepakat melanjutkan
perjalan dengan membawa peta.
Scene 07.
Di tengah hutan – siang hari
Pimru, Tina, Rika.
Pimru
dan Tina mencaari dan memanggil Rika beberapa kali. Akhirnya mereka mengetahui
Rika sedang mengintai sesuatu.
Tina : hai Rika, sedang apa kamu?
Rika : mengintai anak kelinci.
Tina : tugas kita tidak mencari anak kelinci, tahu!
Pimru : kasihan tuh, Dina sama Tiwi. Sudah mulai sewot…
Akhirnya
Rika berdiri dan mengikuti mereka.
Scene 08.
Di tengah hutan – siang hari
Pimru, Tina, Rika.
Ditempat
semula, waktu mereka menunggu Rika. Dina dan Tiwi sudah hilang. Mereka bertiga
panik.
Rika : bagaimana ini, smentara peta mereka yang bawa?
Tina : gara-gara kamu sih, Rik. Semua jadi kacau. Egois!
Pimru : sudah-sudah, bukan penyelesaian itu namanya.
R & T : lalu?
Pimru : saya kan masih bawa kompas. Kita terpaksa jalan pintas. Mari kita
berdoa…
Kemudian
mereka Tos! Dan melanjutkan perjalanan berdasar kompas.
Scene 09.
Di tengah hutan – siang hari
Dina dan Tiwi
Mereka
tersesat. Saling menyalahkan. Suara burung malam, menambah suasana mencekam.
Ketakutan Dina dan Tiwi semakin menjadi. Dina nangis, tak lama kemudian Tiwi.
Mereka berdua memanggil nama teman-temannya. Sesekali memanggil orang tuanya,
kakak Pembina, walikelasnya, kepala sekolahnya.
Scene 10.
Di tengah hutan – Sore hari
Pimra, Pimpri, Tina, Rika dan Raka.
Mereka
berjalan menyusuri semak-semak. Sesaat terdengar suara mencurigakan. Mereka
berhenti mencaari sumber suara. Mereka melihat semak-semak bergerak-gerak.
Mereka jongkok, mengendap. Pimru curiga, dia meneriakkan sandi. ternyata ada
jawaban, berarti temannya. Mereka menghampiri.
Pimra : Dina, Tiwi mana?
Pimri : mereka melarikan diri, membawa peta.
T & R : dan petaaka.
Raka : sudah-sudah, lalu kita bagaimana?
Pimra : kita cari!
Pimri : dan kita jangan sampai berpisah!
Semua : hm.. hm..
Pimri : ada apa sih?!
Semua : addd…da aja!
Sesaat
kemudian Kakak Pembina, Dodo, Doyok, dan Jaka datang.
Kakak : kok kalian semua ada disini, mana Dina dan Tiwi?
Semua : itulah kak…
Kakak : ayo kita cari, sebelum datang petang. Regu putri bersama saya,
yang putra bersama Pimrunya!
Putra : siap, Kak!
Scene 11.
Di tengah hutan – Sore hari
Dina dan Tiwi
Dengan terseok-seok,
Dina dan Tiwi berajalan menysusuri hutan. Mereka kaget ada suara Orang Tua
(OT), yang kemudian muncul dari balik pohon, membelakangi mereka, deangan
rambut putih terurai sepinggang.
OT :
selamat datang di bukit tengkorak cucu-cucuku. Mari aku tunjukkan tempatnya!
OT
tersebut berjalan dengan meniup seruling “manju Tak Gentar.” Dina dan Tiwi
mengikuti dibelakangnya.
Scene 12.
Di tengah hutan – Sore hari
Dina dan Tiwi
OT
berhenti, masih membelakangi. Menunjuk bukit.
OT :
nah disini tempatnya. Didepanmu adalah bukit… dan ini tengkoraknya! (menunjukkan
tengkorak. Dian dan Tiwi kaget. Mereka saling memandang).
Dina & Tiwi :
bukankah itu tengkorak yang ada
di lab sekolah kita…?
HANTU IWAK-PEYEK
karya: Widyo Babahe
Scene
01.
Di dalam kelas – siang hari
Pemilihan
pengurus kelas. Dibimbing Wali kelas. Sesaat Sheila minta ijin kebelakang.
Sesaat Sheila masuk. Tak lama kemudian Yayuk dan Lutfi ijin kebelakang, disusul
Agun dan Ici’.
Scene
02.
Di depan Kamar Mandi – siang hari.
Ada
anak menangis, Yayuk dan Ltfi menyapa, ternyata kuntilanak. Yayuk dan Lutfi
pingsan.
Scene
03.
Di depan Kamar Mandi – siang hari.
Agun
dan Ici’ keluar kelas menuju kamar Mandi, sambil menyanyi IWAK PEYEK. Di depan
kamar mandi ada cewek, digoda, ternyata Sundel Bolong. Agun dan Ici’ lari.
Scene
04.
Di dalam kelas – siang hari
Agun
dan Ici’ masuk kelas, panik. Lapor kalau Yayuk dan Lutfi pingsan di depan kamar
mandi.
Scene
05.
Di depan Kamar Mandi – siang hari.
Walik
kelas bersama anak-anak lain. Melihat Yayuk dan Lutfi pingsan. Digotong
bersama.
Scene
06.
Di UKS – siang hari.
Yayuk
dan Lutfi terbaring. Wali kelas dan Dokter Kecil dan beberapa temannya merawat.
Siuman, bercerita kalau ketemu hantu di depan kamar mandi. Agun dan Ici’
menimpali.
Scene
07.
Di halaman Sekolah – siang hari –
keesokan harinya. Sheila duduk bersama Anu.
Sheila : kamu
percaya, kalau di sekolah kita ada hantunya?
Anu :
mau tidak, buktinya teman-teman bercerita demikian. Mau percaya, belum
pernah lihat.
Sheila : kamu
mau membuktikan?
Anu :
ach, jangan bercanda kamu…
Sheila : saya
mau membuktikan. Mau ikut?
Anu :
jangan bercanda kamu, Sheila!
Scene
08.
Di kebun sawit – sore hari.
Para
hantu sedang bermain. Ibunya hantu memanggil anak-anaknya untuk makan bersama.
Ibu :
anak-anak, sebelum makan marilah kita berdoa dulu!
Setelah
berdoa, Ibu membuka tudung makanan, yang isinya manusia.
Lmpor : bosen
saya, makannya gitu-gitu saja…
Tuyul : menu
kita bangsa hantu, kan memang gitu!
Ibu :
lha terus maumu apa?
Lmpor : iwak
peyek! Uenak itu…
Semua : iwak
peyek?
Ibu :
sebentar, sepertinya ada tamu…
Sheila
dan Anu datang.
Ibu :
ada apa kalian dating kemari?
Sheila : knapa
kalian slalu menakut-nakuti teman-temanku?
Kuntil : kan
memang tugas kami.
Sheila : saya
minta jangan dating lagi di sekolah kami.
Ibu :
ee… tidak mudah. Ada syaratnya…
Sheila :
syaratnya apa?
Lmpor : iwak peyek… ewek-ewek-ewek…
Semua : ya…
iwak peyek… ewek-ewek-ewek…
Scene
09.
Di dalam kelas – siang hari.
Sheila :
itulah syaratnya teman-teman.
K.Klas : kok
aneh ya…
Semua :
sudahlah, kita ikuti saja permintaannya, asal tidak mengganggu kita
lagi.
Yayuk : kalau
begitu, setiap kita ke kamar mandi, kita harus bawa iwak peyek…
Semua : untuk apa?
Yayuk : kalau
hantu itu menakuti kita, kita lempar dengan iwak peyek. Pasti hilang.
Semua : haha…
ha… ha…
K.klas :
baiklah, kita iuran untuk beli iwak peyek. Besok kita kesana
bersama-sama.
Scene
10.
Di kebun sawit – sore hari.
Para
hantu sedang pesta iwak peyek. Sheila dan Anu disudut lokasi.
Anu :
saya masih kurang percaya.
(Sheila tersenyum)!
Thole dan Ikan Emas
Scene 01.
Di Jalan Raya –
siang hari
Thole
pulang sekolah
Hiruk-pikuk
kendaraan bermotor di jalan raya. Thole bersepeda, menyusuri tepian jalan.
Scene 02.
Di Jalan,
tepian bantaran sungai – siang ahri
Thole pulang
sekolah
Thole bersepeda
menyusuri jalan, tepian/bantaran sungai. Ia berhenti sejenak (masih di atas sepedanya), melihat-lihat air
di sungai. Dia tersenyum. Kemudian mengayunkan pedal. Melajukan sepedanya.
Scene 03.
di jalan masuk
kampong – siang hari
Thole pulang
sekolah
Thole bersepeda,
menyusuri jalan kampungya. Kadang dia mengusap keringat diwajahnya, dengan
tangan.
Scene 04.
Di pekarangan
rumah – saing hari
thole
thole masuk
pekarangan. Menaruh sepedanya begitu saja. Dia masuk rumah.
Scene 05.
Di dalam rumah
– siang hari.
Thole
Thole melepas tas,
baju, sepatu. Menaruh tas, sepatu, baju. Ganti kaos.
Scene 06.
Di halaman –
siang hari
Thole, anak-anak
bermain.
Sekerumunan anak-anak putri sedang bermain. 2 anak putra
mengganggu. Anak-anak putri marah. 2 anak putra sambil tertawa, meninggalkan
anak-anak putri. Anak-anak putri melanjutkan bermainnya.
Scene 07.
Di halaman –
siang hari
Thole dan
anak-anak putra.
Thole dan 1 temannya
duduk. Memandang teman-teman putri bermain. Beberapa saat kemudian teman putra
yang lain berdatangan.
Anak 1: teman-teman,
yo bermain, yo!
Anak 2: bermain apa.
Anak 3: sepak bola
bagaimana?
Anak 4: bosan saya. Bermain yang lain saja.
Thole : teman-teman,
bagaimana kalau kita mancing? Tadi pulang sekolah saya melihat0lihat air di
sungai. Kelihatannya ikannya banyak
Semua: ok, setuju.
Kemudian mereka bubaran.
Scene 08.
Di jalan
kampong – siang hari
Thole dan
teman-temannya
Thole dan
teman-temannya bersepeda, sambil membawa pancing.
Scene 09.
Di bantaran
sungai – saing hari
Thole dan teman-temannya
Thole bersepeda
bersama teman-temannya sampai di bantaran sungai. Mereka menyandarkan
sepedanya, kemudian berjalan ketepi sungai peersiapan mincing, sampai pada
adegan mancing. Beberapa kali mereka mengayunkan pancing dan mengangkatnya, 1
ekor ikanpun tidak ada yang nyangkut.
Anak 1: thole, disini sepi ikannya
Anak 2: pindah saja yuk!
Beberapa teman yang
lain terpengaruh. Mereka menyabet-nyabetkan kailnya ke sungai. Tetapi Thole
tetap tenang saja. Semua pada melihat Thole, kemudian mendekat. Tak lama
kemudian kail Thole diangkat. Ternyata kail Thole tersangkut ikan emas.
Scene 10.
Di tepi sungai
– siang hari
Thole dan
teman-temannya
Setelah melihat Thole
mendapat ikan, teman-temannya berebut melempar umpan disekitar tempat Thole
mendapatkan ikan. Beberapa saat kemudian mereka mendengar suara tangis. Thole
dan teman-temannya, bertanya-tanya dan mencari sumber suara tangis.
Suara: huhu…
huhu…huhu…
Thole: siapa kamu?
Suara: huhu… huhu…
huhu…
Thole: siapa kamu?
Kenapa kamu menangis?
Suara: aku… huhu… aku
ikan emas yang kamu pancing.
Semua: ikan emas?
Scene 11.
Di bantaran
sungai – siang hari
Thole dan
teman-temannya
Ikan emas di kaleng
bekas roti. Thole dan teman-temannya mendekat.
Thole : ikan emas, kenapa kamu menangis?
Semua: iya ikan emas, kenapa kamu menangis?
Suara : aku kesepian, tidak punya teman, tidak
seperti kalian…
Anak 6: memangnya
teman-temanmu pada kemana?
Suara : teman-temanku pada mati semua…
Anak 7: karena apa?
Sakit ya?
Suara :
tidak! Teman-temanku mati karena perbuatan manusia… teman-temanku ada
yang mati karena diapotas, disetrum, dan lain-lain.
Semua: apakah mereka
orang tua kami?
Suara : aku
tidak tahu, apakah mereka orang tua kalian atau bukan. Mereka manusia-manusia
jahat! Jahat! Jahaaaat! Huhu… huhu… huhu…
Scene 12.
Di gardu
kampong – siang hari
Thole dan
teman-temannya
Mereka duduk
bergerombol. Di tengah kerumunan mereka, adalah kaleng bekas roti, berisi ikan
emas. Mereka membicarakan nasib ikan emas.
Thole : saya akan mengembalikan ikan emas ini ke sungai.
Anak 8: eman-eman
kalo dikembalikan Thole!
Anak 9: kasihan dia,
kalo di sungai, kesepian. Tidak punya teman.
Semua: iya, disini
kita semua temannya…
Anak 6: dia kan
hidupnya di air, sedang kita di darat.
Anak 7: bagaimana
kalo ikan emas itu dikembalikan, lalu kita temani?
Semua: maksudnya,
siang malam kita nemani di sungai, gitu!?
Anak 7: bukan begitu maksud saya…
Thole :
sudah, sudah sudah! Saya punya ide. Bagaimana kalau kita kembalikan,
kemudian kita tabur benih ikan untuk teman ikan emas di sungai?
Semua: (saling
memandang) setuju!
Scene 13.
Di tepi sungai
– siang hari
Thole dan
teman-temannya
Tjole dan
teman-temannya, berdiri berjajar di tepi sungai. Thole membawa kaleng bekas
roti isi ikan emas. Teman-temannya membawa aneka tempat, berisi aneka benih
ikan. Pertama kali Thole melepas ikan emas, kemudian disusul teman-temannya
menabur benih ikan yang mereka bawa.
Thole : selamat jalan ikan emas…
Semua: sekarang kamu
tidak kesepian lagi!
Suara : terimakasih Thole. Terimakasih teman-teman.
Scene 14.
Di bantaran
sungai – siang hari
Thole
Seperti scene 01, dan
scene 02. Thole tersenyum
melihat jauh kedepan.
S-E-L-E-S-A-I
POHON KESEPIAN
karya: widyo Babahe
Scene 01.
Di halaman
sekolah – siang hari
Sawitra,
teman-teman dekatnya, anak-anak pulang sekolah
Suara lonceng 3X, tanda sekolah
usai. Anak-anak berhamburan keluar dari kelas, melintas di halaman. Beberapa
saat, tampak Sawitra berjalan bersama teman-teman dekatnya.
Scene 02.
Di luar pagar
sekolah – siang hari
Sawitra
dan teman-teman dekatnya
Sawitra bersama teman-teman
dekatnya, keluar dari pagar. Berhenti sejenak di depan pagar. 2 teman dekatnya
melambaikan tangan, berjalan kearah kiri. Sawitra bersama 2 teman dekatnya yang
lain, berjalan kearah kanan.
Scene 03.
Di persimpangan
jalan loging, di tengah sawitan – siang hari
Sawitra,
2 teman dekatnya.
Sawitra bersama 2 teman dekatnya,
berjalan menyusuri jalan loging. Di persimpangan mereka berhenti, saling Tos! 2
teman dekatnya berjalan lurus, Sawitra belok kiri sendirian, melambaikan
tangan.
Scene 04.
Di tengah
sawitan – siang hari
Sawitra,
Alfin, Solikin
Sawitra berjalan sendirian di tengah
sawitan. Tak berapa lama terdengar suara aneh. Dia berhenti sejenak, tengok
kanan-kiri…
Sawitra:
(dalam batin) ah, itu pasti suara Alfin. Pura-pura takut sajalah…
Kemudian
Sawitra berlari. Tak berapa lama dari balik pohon sawit, keluar seorang anak
bertubuh besar, salah satu teman dekat Sawitra, yang berpisah di depan pagar
sekolah.
Alfin : haha… haha… dasar penakut. Haha… haha…
Sawitra tunggu…
Alfin
berlari menyusul Sawitra, Disusul kemudian teman satunya lagi (Solikin) yang
bertubuh kecil, yang sejak tadi bersembunyi.
Scene 05.
Di dalam rumah –
siang hari
Ibu, Sawitra
Rumah
Bapak Sawitra, tampak tua, termakan usia. Dinding kayu. Di dalam rumah tampak
seonggok kelapa sawit. Di ruangan tengah ada meja kursi sederhana, terbuat dari
kayu. Sawitra masuk (pulang dari sekolah). Terdengar suara dari dalam kamar.
Ibu :
sudah pulang, Nak? (kemudian keluar dari kamar, menuju ruang tengah)
Sawitra:
emak tidak kerja?
Ibu : bapakmu terserang demam, ketika kamu
berangkat sekolah.
Sawitra:
Bapak sakit?
Ibu : bapakmu pesan, setelah makan siang, kamu
mencari rumput, untuk makan sapi kita.
Scene 06.
Di tengah hutan
– siang hari
Sawitra dan
Pohon
Sawitra
memotong dahan dan rumput. Setelah cukup, dia menjinjing kerajangnya. sawitra
bejalan, sambil membawa sabit dan keranjang. Sesampainya di pohon yang besar,
terdengar suara menangis.
Sawitra:
hai, siapa kau? Alfinkah?
Pohon : aku. Aku adalah pohon yang kesepian…
Sawitra:
pohon? Kamu bisa bicara?
Pohon : aku adalah pohon yang kesepian…
Sawitra:
kenapa kamu menangis?
Pohon:
karena teman-temanku sudah ditebang oleh teman-teman Bapakmu.
Sawitra:
termasuk bapak saya?
Pohon : ya! Kemudian hutan ini ditanami sawit.
Sehingga saya tidak punya teman.
Scene 07.
Di halaman
sekolah – siang hari
Sawitra dan
teman-teman dekatnya
Di bawah pohon rindang, mereka bergerombol,
tampak serius.
Sawitra:
demikian ceritanya teman-teman.
Agus : bukankah sawit juga bermafaat bagi kita
semua?
Budi : bukan manfaatnya yang dimaksud!
Agus : lalu?
Alfin : pohon itu kesepian!
Agil : saya jadi bingung…
Likin : saya punya ide…
Semua : apa itu?
Likin : tanyakan Sawitra…
Semua : huhu…
Sawitra:
begini teman-teman. Bagaimana kalau kita adakan gerakan menanam!
Scene 08.
Di tengah hutan
– siang hari
Sawitra,
teman-teman lainnya
Disekitar pohon kesepian, Sawitra
bersama teman-temannya menanam pohon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar