Rabu, 24 Februari 2016

Bardji-Barbeh-Naskah nuansa Jawa



Bardji-Barbeh
Oleh: catur Widya Pragolapati

DI SEBUAH TANAH KOSONG, DIBALIK KERAMAIAN DINDING KOTA.
PARDI DAN NARTI DATANG. PAKAIANNYA COMPANG-CAMPING.
MEREKA MEMBAWA BEBERAPA POTONG PAKAIAN YANG DIBUNGKUS
KAIN, DAN BEBERAPA BAHAN UNTUK MEMBUAT RUMAH KARDUS.
SESEKALI MENGUSAP PELUH.
Narti : Ya sudah, Kang! Kita membuat rumah di sini saja.
Kelihatannya tanah ini tidak ada yang punya.
Pardi : Bukannya tidak ada yang punya, Ti. Tapi yang jelas,
untuk sementara tanah ini kosong, belum dimanfaatkan.
Narti : Berarti suatu saat nanti ada yang memanfaatkan?
Pardi : Ya.... untuk sementara ini kita yang memanfaatkan. Ah,
sudahlah, ayo kita mulai saja!
DI SAAT PARDI DAN NARTI MEMBUAT RUMAH KARDUS, DATANG
MARNI DAN MINAH. PAKAIAN MEREKA TIDAK BERBEDA JAUH
DENGAN PARDI DAN NARTI. PARDI TIDAK MENGHIRAUKAN
KEDATANGAN MARNI DAN MINAH.
Marni : Lho, Yu, mau mbangun rumah di sini, to?
Narti : Bukan mbangun rumah, tapi mbuat.
Minah : Memang, Marni itu kalau ngomong asal mangap saja
91 | PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
kok, Yu. Yang ditiru seperti orang-orang berduit. Ya,
itulah akibatnya, kalau senengnya nonton sinetron.
Ketularan gaya hidupnya, Yu.
Narti : Bukannya ketularan, Nah. Tapi ngimpi! Mimpi yang
diberikan televisi pada orang-orang seperti kita ini.
Marni : Lha siapa orangnya to, Yu, yang tidak kepingin hidup,
seperti apa yang ada di televisi-televisi itu?
Minah : Kepingin ya boleh-boleh saja, Mar. Tapi kamu itu mbok
ya ingat, kalau kamu itu termasuk golongan orang
macam apa?
Marni : Lho, dizaman seperti ini kamu kok masih membedakan
golongan to, Nah?
Minah : Memangnya dizaman sekarang ada apa to, Mar?
Marni : Minah..., Minah! Kamu benar-benar ketinggalan zaman.
Makanya nonton televisi, biar tambah pengetahuan! Wis
kere, ra tau sinau, maca koran apa maneh. Kapan
negaranya akan maju, kalau rakyatnya masih seperti
kamu.
Minah : Memangnya kalau nonton televisi atau baca koran,
rakyatnya bisa pinter dan negaranya menjadi maju to,
Mar?
Marni : Ya... setidaknya, mengetahui perkembangan yang ada
to, Nah.
Narti : (tertawa kecil) ternyata kalian berdua masih merasa
sebagai rakyat, to. Padahal di luar sana, sudah tidak
mempedulikan kalian.
Pardi : Sudahlah Narti, jangan meracuni mereka! Kemari,
Bantu aku memegangi bambunya!
WIDYO LEKSONO | 92
Narti : Sebentar ya, saya mau Bantu kang Pardi dulu. Nanti
kalau sudah selesai mbangun rumahnya, kita lanjutkan
pembicaraan ini (mendekat ke Pardi).
Marni : (pada Minah) bagaimana, kita lanjutkan atau tidak?
Minah : Ah, dari pada banyak bicara, tanpa ada kenyataan, lebih
baik kita berbuat saja, seperti apa yang dilakukan kang
Pardi.
Marni : Kalau sepakat demikian, untuk sementara pembicaraan
kita skors bagaimana? Kita membuat vila di ujung sana.
Kelihatannya strategis sekali.
Minah : Sebenarnya saya tidak sreg, dengan gaya bicaramu.
Tapi kalau saya ladeni pembicaraanmu itu, sudah pasti
kamu ngeyel. Ya sudah, ayo kita mulai saja!
KETIKA MEREKA SEDANG SERIUS MEMBUAT RUMAH KARDUS, TAK
BEBERAPA LAMA, SURTI DATANG. DANDANANNYA MENOR.
Surti: He, Minah, Marni! Memangnya boleh bikin rumah di sini?
Marni : Yang sempat ngurusi hidup kita-kita ini siapa to, Sur?
Tanya saja sama yu Narti!
Minah : Ah, sudahlah Mar! Tak usah diladeni. Tidak bakalan
rampung nanti rumah kita ini, kalau ngomong terus!
Surti : He, Minah, jaga mulutmu! Memangnya cuma kamu
yang punya mulut, dan seenaknya ngomongi orang?
Minah : Lho, jangan salah paham kamu, Sur.
Surti : Tidak usah berbelit. Semua orang tahu, kalau kamu itu
orang yang pinter mencari-cari alasan!
Pardi : (mendekati Minah, Marni dan Surti) Mbok ya sudah to!
93 | PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Sama-sama kerenya kok malah pada gegeran. Sudahlah
kamu, Marni dan Minah, kalau mau bikin gubug, ya
cepat dibuat. Ini ada turahan kardus, kalau kalian mau.
Dan kamu Surti, kalau kamu mau gabung dengan kami
di sini, ya silahkan cari tempat di mana kamu suka!
Surti : Ya, maaf saja, Kang, kalau saya masih kuat bayar
kontrakan. Walau sebatas kamar yang kecil.
SURTI LALU MENINGGALKAN MEREKA. SESAAT KEMUDIAN, BEBERAPA
ORANG DATANG. PAKAIAN MEREKAPUN TIDAK BERBEDA JAUH
DENGAN PARDI DAN LAINNYA.
Parjo : Kang, saya ikut bikin rumah di sini ya, Kang!?
Tinah : Saya juga mau dirikan rumah di sini, bolehkan, Kang?
Pardi : Memangnya saya ini yang ngurusi tempat ini?
Tinah : Ya, bukannya begitu, Kang. Maksud kawan-kawan ini,
kita takut menganggu kang Pardi.
Parjo : Dan lagi, Kang. Suatu hal yang sudah umum, walau
tanpa kesepakatan terlebih dahulu. Barang siapa yang
pertama kalinya menempati suatu wilayah, dialah yang
berhak untuk menentukan semuanya.
Pardi : (tertawa) munafik kalian semua, munafik!
Parjo : Benar, Kang. Benar! Kami berkata jujur.
SEMUA DIAM. PARDI PANDANGANNYA LURUS KE DEPAN, DINGIN.
SESAAT BERUBAH MENJADI PENUH HARAPAN.
Pardi : Ya sudah, tunggu apa lagi?
WIDYO LEKSONO | 94
Semua : (bengong) Maksud kang Pardi?
Pardi : Bersatulah para kere!
SEMUA MENYAMBUT GEMBIRA. KEMUDIAN MEREKA BERAMAI-RAMAI,
MEMBUAT RUMAH KARDUS, DI TANAH KOSONG TERSEBUT.
=DUA=
TANAH KOSONG, BERUBAH MENJADI PEMUKIMAN PARA
GELANDANGAN. RUMAH-RUMAH KARDUS BERJAJAR TAK BERATURAN.
PADA SUATU MALAM, DIATAS TAMPAK PURNAMA MENGINTAI.
ALUNAN MUSIK MELAYU TERDENGAR SAYUP-SAYUP DARI SEBUAH
RADIO. SEMAKIN LAMA SEMAKIN KERAS. BEBERAPA PENGHUNI
RUMAH KARDUS, ASYIK BERMAIN KARTU. DISISI LAIN ADA BEBERAPA
ANAK LAJANG, ASYIK BERJOGET DAN MENIRUKAN LAGU TERSEBUT.
SUASANA RUKUN DAN AKRAB. TINAH, KELUAR DARI RUMAH
KARDUSNYA, MEMBAWA TEH PANAS, MENDEKATI ORANG-ORANG
YANG SEDANG MAIN KARTU.
Tinah : Teh panas, teh panas. Mangga, mangga selagi masih
panas!
Marni : (sama seperti Tinah) kopi, kopi. Kopi ginastel, legi,
panas dan kentel. Ditanggung mecicil semalam (semua
tertawa).
Pardi : Ti, ketelanya sudah mateng, belum?
Narti : (dari dalam rumah kardusnya) Sebentar, Kang! Sabar,
baru diangkat!
95 | PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
MEREKA ASYIK DAN LARUT. BERNYANYI, BERJOGET,
BERCENGKRAMA, BERMAIN KARTU, DAN SESEKALI MINUM KOPI ATAU
TEH, SAMBIL MENIKMATI KETELA BAKAR. DI SAAT MEREKA SEDANG
LARUT DALAM KEASYIKAN, DARI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA
SIRINE. SEMAKIN LAMA SEMAKIN JELAS, DAN MENGHILANG. MARNI
DAN MINAH TERPERANJAT.
Parjo : (dingin) Ada apa, Mar, Min?
Marni : Biasa, Kang. Orang penting yang merasa jalan adalah
miliknya, sedang lewat.
Narti : Ah, sudahlah, tidak usah iri!
Minah : Marni bukannya iri, Yu. Tapi mbok ya ngelingi, kalau
jalan itu bukan milik mereka sendiri.
Parjo : Memangnya, kamu juga merasa memiliki jalan itu to,
Mar?
Marni : Ya, tidak begitu to, Kang. Maksud saya, walau mereka
itu tergesa-gesa atau karena keterbatasan waktu, tetapi
setidaknya kegiatan itu kan sudah terprogram atau
terencana sebelumnya. Nah, kalau memang demikian,
mestinya mereka kan bisa mensosialisasikan terlebih
dahulu kepada pengguna jalan.
Minah : Sehingga, para pengguna jalan, bisa memilih alternatif
jalan lainnya.
Pardi : He, Minah dan kamu Marni! Sejak awal saya ketemu
kamu berdua, dan ketika hampir perang mulut dengan
Surti, saya mulai curiga pada kalian. Mendengar cara
kamu berbicara, semakin kuat kecurigaan saya. Siapa
sebenarnya kalian berdua ini? Ayo ngaku saja, sebelum
WIDYO LEKSONO | 96
saya emosi!
MINAH DAN MARNI BELUM SEMPAT MENJAWAB. MEREKA
DIKEJUTKAN ATAS KEDATANGAN SEORANG BOCAH, DENGAN
TERGOPOH-GOPOH DAN SEDIKIT AGAK GUGUP.
Thole :Anu, Kang, Yu. Di masjid ada banyak orang, yang
sedang... sedang...
Marni : Yang jelas, ya sedang sembahyang to, Le! (semua
tertawa).
Pardi : Diam kalian semua! (kepada Thole) Thole, ngomong
yang jelas, Le. Jangan tergesa-gesa, agar kita semua
tahu apa yang kamu maksudkan!
Narti : Iya, Le! Kamu tidak usah panik dan kita tidak menjadi
penasaran.
Parjo : Biar Thole minum dulu gimana, Kang, agar dia lebih
tenang!
Tinah : Iya, minum dulu, Le! (mengambil minum).
Thole : (setelah minum) Begini lho, Kang. Ketika saya mau
pulang tadi, saya lihat banyak orang di masjid. Ee.. e...,
siapa tahu dapat tambahan. Terus kemudian saya
ngemis di situ.
DI SAAT THOLE SEDANG BERCERITA, MARNI DAN MINAH,
MENYELINAP MENINGGALKAN TEMPAT TERSEBUT.
Narti : Lalu, apa yang membuat kamu menjadi panik seperti
ini?
97 | PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Thole : Selintas saya mendengar pembicaraan mereka.
Parjo : Apa yang dibicarakan! Apa ada hubungannya dengan
keberadaan kita di sini? Ayo jawab, Le, ayo jawab!
Pardi : Sabarlah, Jo, sabar! Jangan terburu emosi. Lalu
bagaimana, Le?
Thole : Ya, benar, Kang. Mereka akan mendirikan Supermarket
di sini.
SEREMPAK MEREKA MENGUCAPKAN UMPATAN-UMPATAN. ADA YANG
MENANGIS, BINGUNG DAN HISTERIS.
Pardi : (penuh wibawa) Parjo, Tinah, Narti, dan kalian semua.
Hentikan tangis dan umpatan kalian. (tempo). Selama
kalian menggunakan perasaan, selamanya kalian akan
diperbudak keadaan. Mari kita sedikit menggunakan
akal dan pikiran kita. (tempo) coba perhatikan di
sekeliling kalian. Apakah kalian jumpai Marni dan
Minah?
Semua : (dengan terbengong) Tidak ada, Kang.
Pardi : (geram) Nah, sejak semula saya sudah curiga dengan
mereka berdua. Bajingan! Memang Nabi pernah
menggunakan masjid untuk berunding. Bahkan pernah
dipakai untuk strategi perang. Namun keberadaan itu
untuk kepentingan umatnya, bukan untuk kepentingan
pribadi atau golongan. Tapi sekarang, tempat yang
dianggap suci oleh kaumnya, disalah-gunakan sebagai
kedok untuk menggapai keinginannya. (tempo) Sedulursedulur
semua. Kalian tidak usah panik dan resah. Saya
WIDYO LEKSONO | 98
juga punya permainan yang tidak kalah menariknya
dengan permainan mereka. (tertawa kecil) Ya, Surti!
(tertawa lagi).
=TIGA=
PADA SUATU PAGI, PARA PENGHUNI RUMAH KARDUS DIKEJUTKAN
SUARA SIRINE. MEREKA KELUAR DARI RUMAH MASING-MASING.
EKSPRESI MEREKA TEGANG.
Suara : (dari megaphone) Saya peringatkan kepada penghuni
rumah-rumah liar. Dalam waktu 10 menit, apa bila tidak
meninggalkan tempat, maka jangan salahkan kami, jika
terpaksa membongkar secara paksa!
SUARA SIRINE TERDENGAR LAGI. BERULANG-ULANG. SUARA DARI
MEGAPHONE TERDENGAR LAGI. BAHKAN LEBIH KERAS DAN KASAR.
SEMENTARA PARA PENGHUNI RUMAH KARDUS, BELUM ADA YANG
BERUSAHA MENINGGALKAN TEMPAT. SESAAT TERDENGAR SUARA
TEMBAKAN TIGA KALI. DISUSUL SUARA GEMURUH MESIN BERAT.
BEBERAPA PASUKAN TIBUM DAN PHH MASUK. KEMUDIAN MEREKA
MENYAPU BERSIH RUMAH-RUMAH KARDUS. PARA PENGHUNINYA ADA
YANG LARI, MENANGIS HISTERIS, DAN ADA YANG MELAWAN.
Parjo : Ini tidak adil. Semena-mena. Pingin menangnya sendiri!
Orang 1 : Saya hanya menjalankan perintah!
Orang 2 : Kamu tahu tidak, sudah berapa kali kami peringatkan!?
Narti : Tapi, cara yang bapak pakai, sudah tidak
99 | PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
berperikemanusiaan!
Tinah : Sudah memandang dan memperlakukan kami seperti
binatang!
Orang 2 : Kalian saja yang tidak mau diatur.
Parjo : Aturan macam apa yang bisa dianut?
Orang 1 : Sudah, tidak usah banyak omong!
Orang 2 : Kalau masih tetap membangkang, saya tembak kalian
(mengeluarkan pistol).
PARJO, NARTI, TINAH DAN YANG LAINNYA MULAI KETAKUTAN.
DENGAN MENGUMPAT-UMPAT, PELAHAN MEREKA MENINGGALKAN
TEMPAT TERSEBUT. SEMENTARA PARA PETUGAS MEMBERSIHKAN
LOKASI, ORANG 2, MENGELUARKAN HT.
Orang 2 : Selamat siang, Pak. Lokasi sudah dalam keadaan
kondusif (tempo). Baik, Pak, kami akan tetap berjagajaga.
TAK LAMA KEMUDIAN, SEROMBONGAN ORANG BERBUSANA SERBA
BERSIH DAN RAPI, DATANG.
Orang 3 : Bagaimana, lancar?
Orang 2 : Sesuai dengan rencana, Pak.
Orang 3 : Bagus. (kepada Bos) Ya, di sinilah tempatnya,Bos.
Bos : Oke, oke, cukup lumayan. (kepada Surti) Bagaimana
menurut kamu, sayang?
Surti : Ya, saya yakin, Om sudah mempertimbangkan jauhjauh
hari sebelumnya.
WIDYO LEKSONO | 100
Bos : Ya tentu, sayang. Tapi bukan itu maksud saya.
Surti : Lalu?
Bos : Masak kamu tidak tahu, bahwa ini semua demi untuk
kamu?
Surti : (hanya tersenyum).
Bos : (pada Orang 3) Saya mengucapkan terimakasih atas
segala bantuannya. Saya berharap kerjasama kita, tidak
berhenti sampai disini saja.
Orang 3 : Kami siap membantu dimana Bos butuhkan. Itu sudah
tugas kami, sebagai pelayan masyarakat.
Bos : Ya, sekali lagi terimakasih atas pengertian Bapak.
Surti : Om, maaf, memotong pembicaraan sebentar.
Bos : Oh, tidak apa-apa, sayang. Apakah kau sudah tidak kuat
berlama-lama di sini? Kalau begitu, ayo kita segera
kembali!
Surti : Tidak, Om. Justru sebaliknya, saya merasa betah di sini.
Bahkan selamanya akan tetap di sini bersama Om.
Bos : (tertawa kecil) Jangan kawatir, sayang. Sebentar lagi
tempat ini akan saya sulap menjadi hotel dan
supermarket.
Surti : Dan sebagai tanda rasa bangga saya kepada Om, akan
ada surprise buat Om.
Bos : (tertawa) Ternyata kau juga luar biasa. (tertawa lagi)
Lantas surprise apa yang akan kau tunjukkan kepada
kita-kita ini, sayang?
Surti : (tersenyum, mengeluarkan bungkusan dari dalam
tasnya) Dalam hitungan ketiga, semua yang ada di sini,
akan sama rata dengan tanah yang kalian impikan! 1...
101 | PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
2... 3.
PADA HITUNGA KE 3, TERDENGAR SUARA LEDAKAN BOM.
MENGHANCURKAN SEMUA YANG ADA DI LOKASI PEMUKIMAN RUMAH
KARDUS. DARI KEJAUHAN, TERDENGAR SUARA HISTERIS ORANGORANG
MEMANGGIL NAMA SURTI. SESAAT, PARA PENGHUNI RUMAH
KARDUS DATANG, MASIH MENYEBUT NAMA SURTI, DENGAN TANGIS
DAN HISTERIS. MEREKA MENDEKATI TUBUH SURTI YANG SUDAH
HANGUS. TANGIS SEMAKIN MENJADI. SESAAT, MEREKA MENGANGKAT
TUBUH SURTI.
Pardi : (kepada penonton)
Kami sudah terlalu lelah mendengar
Kami sudah terlalu lelah berteriak
Mata tak lagi mampu melihat
Mulut dan telinga terasa tersumbat
Hanya satu yang masih kami bisa:
“Pecahkan cermin berkeping-keping
dan berkaca di riak gelombang” (Leo Kristi).
=SELESAI=
Kelud Utara III, Semarang, 27 Juli 2004