Bardji-Barbeh
Oleh: catur Widya Pragolapati
DI
SEBUAH TANAH KOSONG, DIBALIK KERAMAIAN DINDING KOTA.
PARDI
DAN NARTI DATANG. PAKAIANNYA COMPANG-CAMPING.
MEREKA
MEMBAWA BEBERAPA POTONG PAKAIAN YANG DIBUNGKUS
KAIN,
DAN BEBERAPA BAHAN UNTUK MEMBUAT RUMAH KARDUS.
SESEKALI
MENGUSAP PELUH.
Narti
: Ya sudah, Kang! Kita membuat rumah di sini saja.
Kelihatannya
tanah ini tidak ada yang punya.
Pardi
: Bukannya tidak ada yang punya, Ti. Tapi yang jelas,
untuk
sementara tanah ini kosong, belum dimanfaatkan.
Narti
: Berarti suatu saat nanti ada yang memanfaatkan?
Pardi
: Ya.... untuk sementara ini kita yang memanfaatkan. Ah,
sudahlah,
ayo kita mulai saja!
DI
SAAT PARDI DAN NARTI MEMBUAT RUMAH KARDUS, DATANG
MARNI
DAN MINAH. PAKAIAN MEREKA TIDAK BERBEDA JAUH
DENGAN
PARDI DAN NARTI. PARDI TIDAK MENGHIRAUKAN
KEDATANGAN
MARNI DAN MINAH.
Marni
: Lho, Yu, mau mbangun rumah di sini, to?
Narti
: Bukan mbangun rumah, tapi mbuat.
Minah
: Memang, Marni itu kalau ngomong asal mangap saja
91 |
PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
kok,
Yu. Yang ditiru seperti orang-orang berduit. Ya,
itulah
akibatnya, kalau senengnya nonton sinetron.
Ketularan
gaya hidupnya, Yu.
Narti
: Bukannya ketularan, Nah. Tapi ngimpi! Mimpi yang
diberikan
televisi pada orang-orang seperti kita ini.
Marni
: Lha siapa orangnya to, Yu, yang tidak kepingin hidup,
seperti
apa yang ada di televisi-televisi itu?
Minah
: Kepingin ya boleh-boleh saja, Mar. Tapi kamu itu mbok
ya
ingat, kalau kamu itu termasuk golongan orang
macam
apa?
Marni
: Lho, dizaman seperti ini kamu kok masih membedakan
golongan
to, Nah?
Minah
: Memangnya dizaman sekarang ada apa to, Mar?
Marni
: Minah..., Minah! Kamu benar-benar ketinggalan zaman.
Makanya
nonton televisi, biar tambah pengetahuan! Wis
kere,
ra tau sinau, maca koran apa maneh. Kapan
negaranya
akan maju, kalau rakyatnya masih seperti
kamu.
Minah
: Memangnya kalau nonton televisi atau baca koran,
rakyatnya
bisa pinter dan negaranya menjadi maju to,
Mar?
Marni
: Ya... setidaknya, mengetahui perkembangan yang ada
to,
Nah.
Narti
: (tertawa kecil) ternyata kalian berdua masih merasa
sebagai
rakyat, to. Padahal di luar sana, sudah tidak
mempedulikan
kalian.
Pardi
: Sudahlah Narti, jangan meracuni mereka! Kemari,
Bantu
aku memegangi bambunya!
WIDYO
LEKSONO | 92
Narti
: Sebentar ya, saya mau Bantu kang Pardi dulu. Nanti
kalau
sudah selesai mbangun rumahnya, kita lanjutkan
pembicaraan
ini (mendekat ke Pardi).
Marni
: (pada Minah) bagaimana, kita lanjutkan atau tidak?
Minah
: Ah, dari pada banyak bicara, tanpa ada kenyataan, lebih
baik
kita berbuat saja, seperti apa yang dilakukan kang
Pardi.
Marni
: Kalau sepakat demikian, untuk sementara pembicaraan
kita
skors bagaimana? Kita membuat vila di ujung sana.
Kelihatannya
strategis sekali.
Minah
: Sebenarnya saya tidak sreg, dengan gaya bicaramu.
Tapi kalau
saya ladeni pembicaraanmu itu, sudah pasti
kamu
ngeyel. Ya sudah, ayo kita mulai saja!
KETIKA
MEREKA SEDANG SERIUS MEMBUAT RUMAH KARDUS, TAK
BEBERAPA
LAMA, SURTI DATANG. DANDANANNYA MENOR.
Surti:
He, Minah, Marni! Memangnya boleh bikin rumah di sini?
Marni
: Yang sempat ngurusi hidup kita-kita ini siapa to, Sur?
Tanya
saja sama yu Narti!
Minah
: Ah, sudahlah Mar! Tak usah diladeni. Tidak bakalan
rampung
nanti rumah kita ini, kalau ngomong terus!
Surti
: He, Minah, jaga mulutmu! Memangnya cuma kamu
yang
punya mulut, dan seenaknya ngomongi orang?
Minah
: Lho, jangan salah paham kamu, Sur.
Surti
: Tidak usah berbelit. Semua orang tahu, kalau kamu itu
orang
yang pinter mencari-cari alasan!
Pardi
: (mendekati Minah, Marni dan Surti) Mbok ya sudah to!
93 |
PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Sama-sama
kerenya kok malah pada gegeran. Sudahlah
kamu,
Marni dan Minah, kalau mau bikin gubug, ya
cepat
dibuat. Ini ada turahan kardus, kalau kalian mau.
Dan
kamu Surti, kalau kamu mau gabung dengan kami
di
sini, ya silahkan cari tempat di mana kamu suka!
Surti
: Ya, maaf saja, Kang, kalau saya masih kuat bayar
kontrakan.
Walau sebatas kamar yang kecil.
SURTI
LALU MENINGGALKAN MEREKA. SESAAT KEMUDIAN, BEBERAPA
ORANG
DATANG. PAKAIAN MEREKAPUN TIDAK BERBEDA JAUH
DENGAN
PARDI DAN LAINNYA.
Parjo
: Kang, saya ikut bikin rumah di sini ya, Kang!?
Tinah
: Saya juga mau dirikan rumah di sini, bolehkan, Kang?
Pardi
: Memangnya saya ini yang ngurusi tempat ini?
Tinah
: Ya, bukannya begitu, Kang. Maksud kawan-kawan ini,
kita
takut menganggu kang Pardi.
Parjo
: Dan lagi, Kang. Suatu hal yang sudah umum, walau
tanpa
kesepakatan terlebih dahulu. Barang siapa yang
pertama
kalinya menempati suatu wilayah, dialah yang
berhak
untuk menentukan semuanya.
Pardi
: (tertawa) munafik kalian semua, munafik!
Parjo
: Benar, Kang. Benar! Kami berkata jujur.
SEMUA
DIAM. PARDI PANDANGANNYA LURUS KE DEPAN, DINGIN.
SESAAT
BERUBAH MENJADI PENUH HARAPAN.
Pardi
: Ya sudah, tunggu apa lagi?
WIDYO
LEKSONO | 94
Semua
: (bengong) Maksud kang Pardi?
Pardi
: Bersatulah para kere!
SEMUA
MENYAMBUT GEMBIRA. KEMUDIAN MEREKA BERAMAI-RAMAI,
MEMBUAT
RUMAH KARDUS, DI TANAH KOSONG TERSEBUT.
=DUA=
TANAH
KOSONG, BERUBAH MENJADI PEMUKIMAN PARA
GELANDANGAN.
RUMAH-RUMAH KARDUS BERJAJAR TAK BERATURAN.
PADA
SUATU MALAM, DIATAS TAMPAK PURNAMA MENGINTAI.
ALUNAN
MUSIK MELAYU TERDENGAR SAYUP-SAYUP DARI SEBUAH
RADIO.
SEMAKIN LAMA SEMAKIN KERAS. BEBERAPA PENGHUNI
RUMAH
KARDUS, ASYIK BERMAIN KARTU. DISISI LAIN ADA BEBERAPA
ANAK
LAJANG, ASYIK BERJOGET DAN MENIRUKAN LAGU TERSEBUT.
SUASANA
RUKUN DAN AKRAB. TINAH, KELUAR DARI RUMAH
KARDUSNYA,
MEMBAWA TEH PANAS, MENDEKATI ORANG-ORANG
YANG
SEDANG MAIN KARTU.
Tinah
: Teh panas, teh panas. Mangga, mangga selagi masih
panas!
Marni
: (sama seperti Tinah) kopi, kopi. Kopi ginastel, legi,
panas
dan kentel. Ditanggung mecicil semalam (semua
tertawa).
Pardi
: Ti, ketelanya sudah mateng, belum?
Narti
: (dari dalam rumah kardusnya) Sebentar, Kang! Sabar,
baru
diangkat!
95 |
PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
MEREKA
ASYIK DAN LARUT. BERNYANYI, BERJOGET,
BERCENGKRAMA,
BERMAIN KARTU, DAN SESEKALI MINUM KOPI ATAU
TEH,
SAMBIL MENIKMATI KETELA BAKAR. DI SAAT MEREKA SEDANG
LARUT
DALAM KEASYIKAN, DARI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA
SIRINE.
SEMAKIN LAMA SEMAKIN JELAS, DAN MENGHILANG. MARNI
DAN
MINAH TERPERANJAT.
Parjo
: (dingin) Ada apa, Mar, Min?
Marni
: Biasa, Kang. Orang penting yang merasa jalan adalah
miliknya,
sedang lewat.
Narti
: Ah, sudahlah, tidak usah iri!
Minah
: Marni bukannya iri, Yu. Tapi mbok ya ngelingi, kalau
jalan
itu bukan milik mereka sendiri.
Parjo
: Memangnya, kamu juga merasa memiliki jalan itu to,
Mar?
Marni
: Ya, tidak begitu to, Kang. Maksud saya, walau mereka
itu
tergesa-gesa atau karena keterbatasan waktu, tetapi
setidaknya
kegiatan itu kan sudah terprogram atau
terencana
sebelumnya. Nah, kalau memang demikian,
mestinya
mereka kan bisa mensosialisasikan terlebih
dahulu
kepada pengguna jalan.
Minah
: Sehingga, para pengguna jalan, bisa memilih alternatif
jalan
lainnya.
Pardi
: He, Minah dan kamu Marni! Sejak awal saya ketemu
kamu
berdua, dan ketika hampir perang mulut dengan
Surti,
saya mulai curiga pada kalian. Mendengar cara
kamu
berbicara, semakin kuat kecurigaan saya. Siapa
sebenarnya
kalian berdua ini? Ayo ngaku saja, sebelum
WIDYO
LEKSONO | 96
saya
emosi!
MINAH
DAN MARNI BELUM SEMPAT MENJAWAB. MEREKA
DIKEJUTKAN
ATAS KEDATANGAN SEORANG BOCAH, DENGAN
TERGOPOH-GOPOH
DAN SEDIKIT AGAK GUGUP.
Thole
:Anu, Kang, Yu. Di masjid ada banyak orang, yang
sedang...
sedang...
Marni
: Yang jelas, ya sedang sembahyang to, Le! (semua
tertawa).
Pardi
: Diam kalian semua! (kepada Thole) Thole, ngomong
yang
jelas, Le. Jangan tergesa-gesa, agar kita semua
tahu
apa yang kamu maksudkan!
Narti
: Iya, Le! Kamu tidak usah panik dan kita tidak menjadi
penasaran.
Parjo
: Biar Thole minum dulu gimana, Kang, agar dia lebih
tenang!
Tinah
: Iya, minum dulu, Le! (mengambil minum).
Thole
: (setelah minum) Begini lho, Kang. Ketika saya mau
pulang
tadi, saya lihat banyak orang di masjid. Ee.. e...,
siapa
tahu dapat tambahan. Terus kemudian saya
ngemis
di situ.
DI
SAAT THOLE SEDANG BERCERITA, MARNI DAN MINAH,
MENYELINAP
MENINGGALKAN TEMPAT TERSEBUT.
Narti
: Lalu, apa yang membuat kamu menjadi panik seperti
ini?
97 |
PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Thole
: Selintas saya mendengar pembicaraan mereka.
Parjo
: Apa yang dibicarakan! Apa ada hubungannya dengan
keberadaan
kita di sini? Ayo jawab, Le, ayo jawab!
Pardi
: Sabarlah, Jo, sabar! Jangan terburu emosi. Lalu
bagaimana,
Le?
Thole
: Ya, benar, Kang. Mereka akan mendirikan Supermarket
di
sini.
SEREMPAK
MEREKA MENGUCAPKAN UMPATAN-UMPATAN. ADA YANG
MENANGIS,
BINGUNG DAN HISTERIS.
Pardi
: (penuh wibawa) Parjo, Tinah, Narti, dan kalian semua.
Hentikan
tangis dan umpatan kalian. (tempo). Selama
kalian
menggunakan perasaan, selamanya kalian akan
diperbudak
keadaan. Mari kita sedikit menggunakan
akal
dan pikiran kita. (tempo) coba perhatikan di
sekeliling
kalian. Apakah kalian jumpai Marni dan
Minah?
Semua
: (dengan terbengong) Tidak ada, Kang.
Pardi
: (geram) Nah, sejak semula saya sudah curiga dengan
mereka
berdua. Bajingan! Memang Nabi pernah
menggunakan
masjid untuk berunding. Bahkan pernah
dipakai
untuk strategi perang. Namun keberadaan itu
untuk
kepentingan umatnya, bukan untuk kepentingan
pribadi
atau golongan. Tapi sekarang, tempat yang
dianggap
suci oleh kaumnya, disalah-gunakan sebagai
kedok
untuk menggapai keinginannya. (tempo) Sedulursedulur
semua.
Kalian tidak usah panik dan resah. Saya
WIDYO
LEKSONO | 98
juga
punya permainan yang tidak kalah menariknya
dengan
permainan mereka. (tertawa kecil) Ya, Surti!
(tertawa
lagi).
=TIGA=
PADA
SUATU PAGI, PARA PENGHUNI RUMAH KARDUS DIKEJUTKAN
SUARA
SIRINE. MEREKA KELUAR DARI RUMAH MASING-MASING.
EKSPRESI
MEREKA TEGANG.
Suara
: (dari megaphone) Saya peringatkan kepada penghuni
rumah-rumah
liar. Dalam waktu 10 menit, apa bila tidak
meninggalkan
tempat, maka jangan salahkan kami, jika
terpaksa
membongkar secara paksa!
SUARA
SIRINE TERDENGAR LAGI. BERULANG-ULANG. SUARA DARI
MEGAPHONE
TERDENGAR LAGI. BAHKAN LEBIH KERAS DAN KASAR.
SEMENTARA
PARA PENGHUNI RUMAH KARDUS, BELUM ADA YANG
BERUSAHA
MENINGGALKAN TEMPAT. SESAAT TERDENGAR SUARA
TEMBAKAN
TIGA KALI. DISUSUL SUARA GEMURUH MESIN BERAT.
BEBERAPA
PASUKAN TIBUM DAN PHH MASUK. KEMUDIAN MEREKA
MENYAPU
BERSIH RUMAH-RUMAH KARDUS. PARA PENGHUNINYA ADA
YANG
LARI, MENANGIS HISTERIS, DAN ADA YANG MELAWAN.
Parjo
: Ini tidak adil. Semena-mena. Pingin menangnya sendiri!
Orang
1 : Saya hanya menjalankan perintah!
Orang
2 : Kamu tahu tidak, sudah berapa kali kami peringatkan!?
Narti
: Tapi, cara yang bapak pakai, sudah tidak
99 |
PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
berperikemanusiaan!
Tinah
: Sudah memandang dan memperlakukan kami seperti
binatang!
Orang
2 : Kalian saja yang tidak mau diatur.
Parjo
: Aturan macam apa yang bisa dianut?
Orang
1 : Sudah, tidak usah banyak omong!
Orang
2 : Kalau masih tetap membangkang, saya tembak kalian
(mengeluarkan
pistol).
PARJO,
NARTI, TINAH DAN YANG LAINNYA MULAI KETAKUTAN.
DENGAN
MENGUMPAT-UMPAT, PELAHAN MEREKA MENINGGALKAN
TEMPAT
TERSEBUT. SEMENTARA PARA PETUGAS MEMBERSIHKAN
LOKASI,
ORANG 2, MENGELUARKAN HT.
Orang
2 : Selamat siang, Pak. Lokasi sudah dalam keadaan
kondusif
(tempo). Baik, Pak, kami akan tetap berjagajaga.
TAK
LAMA KEMUDIAN, SEROMBONGAN ORANG BERBUSANA SERBA
BERSIH
DAN RAPI, DATANG.
Orang
3 : Bagaimana, lancar?
Orang
2 : Sesuai dengan rencana, Pak.
Orang 3
: Bagus. (kepada Bos) Ya, di sinilah tempatnya,Bos.
Bos :
Oke, oke, cukup lumayan. (kepada Surti) Bagaimana
menurut
kamu, sayang?
Surti
: Ya, saya yakin, Om sudah mempertimbangkan jauhjauh
hari
sebelumnya.
WIDYO
LEKSONO | 100
Bos :
Ya tentu, sayang. Tapi bukan itu maksud saya.
Surti
: Lalu?
Bos :
Masak kamu tidak tahu, bahwa ini semua demi untuk
kamu?
Surti
: (hanya tersenyum).
Bos :
(pada Orang 3) Saya mengucapkan terimakasih atas
segala
bantuannya. Saya berharap kerjasama kita, tidak
berhenti
sampai disini saja.
Orang
3 : Kami siap membantu dimana Bos butuhkan. Itu sudah
tugas
kami, sebagai pelayan masyarakat.
Bos :
Ya, sekali lagi terimakasih atas pengertian Bapak.
Surti
: Om, maaf, memotong pembicaraan sebentar.
Bos :
Oh, tidak apa-apa, sayang. Apakah kau sudah tidak kuat
berlama-lama
di sini? Kalau begitu, ayo kita segera
kembali!
Surti
: Tidak, Om. Justru sebaliknya, saya merasa betah di sini.
Bahkan
selamanya akan tetap di sini bersama Om.
Bos :
(tertawa kecil) Jangan kawatir, sayang. Sebentar lagi
tempat
ini akan saya sulap menjadi hotel dan
supermarket.
Surti
: Dan sebagai tanda rasa bangga saya kepada Om, akan
ada
surprise buat Om.
Bos :
(tertawa) Ternyata kau juga luar biasa. (tertawa lagi)
Lantas
surprise apa yang akan kau tunjukkan kepada
kita-kita
ini, sayang?
Surti
: (tersenyum, mengeluarkan bungkusan dari dalam
tasnya)
Dalam hitungan ketiga, semua yang ada di sini,
akan
sama rata dengan tanah yang kalian impikan! 1...
101 |
PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
2...
3.
PADA
HITUNGA KE 3, TERDENGAR SUARA LEDAKAN BOM.
MENGHANCURKAN
SEMUA YANG ADA DI LOKASI PEMUKIMAN RUMAH
KARDUS.
DARI KEJAUHAN, TERDENGAR SUARA HISTERIS ORANGORANG
MEMANGGIL
NAMA SURTI. SESAAT, PARA PENGHUNI RUMAH
KARDUS
DATANG, MASIH MENYEBUT NAMA SURTI, DENGAN TANGIS
DAN
HISTERIS. MEREKA MENDEKATI TUBUH SURTI YANG SUDAH
HANGUS.
TANGIS SEMAKIN MENJADI. SESAAT, MEREKA MENGANGKAT
TUBUH
SURTI.
Pardi
: (kepada penonton)
Kami
sudah terlalu lelah mendengar
Kami
sudah terlalu lelah berteriak
Mata
tak lagi mampu melihat
Mulut
dan telinga terasa tersumbat
Hanya
satu yang masih kami bisa:
“Pecahkan
cermin berkeping-keping
dan
berkaca di riak gelombang” (Leo Kristi).
=SELESAI=
Kelud
Utara III, Semarang, 27 Juli 2004