MUHIBAH yang TERPENGGAL
(serial Sampokong di Semarang)
karya: Catur Widya Pragolapati
SAM POO
KONG : panglima
armada
DAMPUAWANG : juru mudi
ORANG SATU
: awak buah kapal
ORANG DUA
: awak buah kapal
PRIBUMI 1, 2, 3, 4, 5 : penduduk Simongan,
Semarang
=
SATU =
SUASANA PANGGUNG
I : PANGGUNG GELAP,
LATAR BELAKANG,
PENGGAMBARAN
PELAYARAN KAPAL
SAM POO KONG
DI LAUT UTARA
JAWA.
BACK SOUND
:
Cheng Ho,
atau Sam Poo Tay Djien, ada juga yang menyebut Sam
Poo Kong,
adalah utusan dari Negeri Tiongkok, di zaman Kerajaan
Ming,
Yunan. Sebagai utusan, beliau mengunjungi berbagai negeri,
antara
lain: Jawa, Sumatra, Malaka, Siam, Benggala, Ceylon, Arabia.
Tujuannya
adalah untuk mengadakan perhubungan, perdagangan dan
persahabatan
dengan negeri-negeri itu, serta mempererat lagi
pershabatan
yang sedari 1000 tahun telah ada.
Beliau
mengunjungi tanah Jawa, pada tahun 1406 M, yang
mendarat di
Simongan, Semarang, Jawa Tengah, yang pada waktu itu
masih
terletak di pantai.
67
| PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Ketika
armada berlayar di muka pantai utara Jawa, tiba-tiba Wang
Jinghong
(Ong King Hong) atau Dampuawang, si juru mudi,
mendadak
sakit keras.
=
DUA =
SUASANA PANGGUNG
I : PANGGUNG GELAP,
LATAR BELAKANG
PENGGAMBARAN
KERIBUTAN DI DALAM KAPAL BERKAITAN DENGAN
KEBERADAAN
WANG JINGHONG YANG SEDANG SAKIT. TAMPAK
DALAM
BENTUK BAYANGAN (SILHUET).
Wang : (meronta kesakitan).
Orang 1 :
Kawan-kawan, tolong… tolong… ini tuan Wang.
Wang : (masih meronta).
Orang 1 :
Cepat kawan-kawan, tolong…
Wang : (semakin kesakitan).
Orang 2 :
Ada apa dengan tuan Wang.
Wang : (seperti diambang kematian).
Orang 1 :
Sudahlah, cepat kemari! Tolong Bantu saya.
Orang 2 : (setelah mendekat) Kenapa bisa menjadi begini. Hai
kawan-kawan,
tolong kemari semua, tuan Wang, sakit
mendadak!
Wang : (semakin mendekati puncak kesakitan).
Orang 2 : (saling bersahutan)
Ada
apa dengan tuan Wang!
Kenapa bisa
menjadi begini! Bagaimana ini bisa terjadi!
Cepat
ambilkan air! …
Orang 1 :
Tolong beritahukan pada tuan Sam Poo Kong.
Wang : (puncak kesakitan).
Orang 2 : (hanya suara/ di luar )
uan Sam Poo, tuan
Wang sakit
mendadak.
Sam Poo : (di luar silhuet) kenapa
bisa jadi begitu.
Orang 2 :
Tidak tahu tuan. Tiba-tiba saja beliau jatuh sakit.
Sam Poo :
Kalau begitu, kita rapatkan kapal! Serukan semua
bersiap-siap.
Orang 2 :
Baik, tuan.
Orang 1 : (dalam silhuet)
Bagaimana, tuan Sam Poo sudah
diberitahu.
Orang 2 :
Sudah. Beliau memerintahkan untuk merapatkan kapal.
Bersiap-siaplah
kalian semua.
Sam Poo : (di luar silhuet) Lempar
sauh, rapatkan kapal!
PERLAHAN BAYANGAN KERIBUTAN HILANG.
HANYA GAMBARAN
KAPAL YANG SEDANG BERLAYAR. PERLAHAN KAPAL TERSEBUT
MERAPAT.
BACK SOUND
:
Akhirnya,
kapal Sam Poo Kong merapat ke pantai. Pantai tersebut
adalah
daerah Simongan, Semarang ...
=
TIGA =
SUASANA PANGGUNG
I : PELAHAN LAMPU PANGGUNG MENYALA.
ROMBONGAN SAM
POO KONG MASUK. DI
SUDUT PANGGUNG BAGIAN
BELAKANG
TAMPAK SEBUAH GUA.
Sam Poo :
Untuk sementara waktu, kita singgah di tempat ini. Dan
silhuet T
69
| PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Gua itu,
bisa kita pakai sebagai tempat peristirahatan
sementara.
Sambil menunggu dan merawat Wang yang
sedang
sakit, kita buat gubuk kecil di sekitar gua ini.
Semua :
Baik, tuan.
BEBERAPA ORANG PADA SIBUK. ADA YANG MENGUSUNG BARANGBARANG
DARI
KAPAL, DIMASUKKAN KEDALAM GUA.
ADA YANG
MENCARI
BAHAN UNTUK MENDIRIKAN GUBUK. ADA
YANG
MENGUMPULKAN
DEDAUNAN DAN AKAR, UNTUK
OBAT WANG
JINGHONG. SEMENTARA
SAM POO KONG,
MERAMU OBAT-OBATAN.
PELAHAN LAMPU PANGGUNG I, REMANG.
AKTIVITAS TETAP
BERJALAN.
SUASANA PANGGUNG
II : PELAHAN LAMPU MENYALA.
PENDUDUK
PRIBUMI
PADA RIBUT, KARENA
KEDATANGAN KAPAL
DI DAERAHNYA.
Pribumi 1 :
Benar sedulur-sedulur, saya melihat dengan mata kepala
saya
sendiri, bahwa ada kapal yang minggir di tepi
sebelah
sana.
Pribumi 2 :
Yang melihat bukan hanya mata dan kepalamu thok, to!
Mata saya
juga ikut melihat.
Pribumi 1 :
Iya, sedulur-sedulur. Matanya sedulur ini juga melihat.
Pribumi 3 :
Kalau memang benar, apa yang terlihat oleh mata kalian
itu, ada
kapal yang merapat, lalu kira-kira siapa ya,
mereka itu.
Pribumi 4 :
Dan kira-kira apa yang akan dilakukan di daerah kita
ini.
Pribumi 5 :
Kamu tahu tidak, berapa orang yang ada.
Pribumi 2 :
Tidak tahu, sedulur. Yang saya tahu hanya kapal besar
merapat di
daerah kita ini.
Pribumi 1 :
Yang jelas lebih dari satu kapal.
Pribumi 3 :
Salah-salah dia perampok yang sering kluyuran di laut,
sedulur-sedulur.
Pribumi 4 :
Dan datang di daerah kita, kemudian menguras habis
semua hasil
bumi kita.
Pribumi 5 :
Kalau memang begitu, kita harus hati-hati dan waspada.
Pribumi 1 :
Bagaimana kalau kita kumpulkan semua sedulur kita.
Kemudian
kita datangi ramai-ramai tempat dimana
kapal itu
berlabuh.
Pribumi 2 :
Dan jangan lupa, kita bawa senjata yang ada, untuk
berjaga-jaga.
Pribumi 3 :
Iya kalau memang mereka benar perampok, kalau tidak.
Pribumi 5 :
Saya punya usul. Salah satu mengintai dulu dari jauh.
Kalau
mereka bermaksud jahat, kita siap-siap saja,
tetapi
kalau mereka bukan orang-orang jahat, ya kita
Tanya saja
secara baik-baik apa maksud kedatangannya
didaerah
kita ini. Akur!
Semua :
Akuuuuur!
KEMUDIAN MEREKA KELUAR DARI PANGUNG II.
PELAHAN LAMPU
PADAM.
PANGGUNG I, PELAHAN LAMPU SEMAKIN TERANG.
Sam Poo :
Tuan Wang, silahkan diminum ramuan obat tradisional
yang saya
buat ini. Semoga Allah memberi kesembuhan
pada tuan
Wang, amin.
Wang Jing :
Terimakasih, tuan Sam Poo. (setelah menerima obat)
Bismillahirrohmannirrohim.
BEGITU SETELAH DIMINUM, TIBA-TIBA ORANG PRIBUMI MASUK.
ROMBONGAN SAM
POO KAGET.
Pribumi 3 :
Maaf tuan-tuan yang mulia. Kami sedulur-sedulur yang
singgah
didaerah sekitar Simongan sini. Kami ingin
tahu apa
maksud dan tujuan tuan-tuan berlabuh
didaerah
kami ini.
Sam Poo :
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
sedulur-sedulur
Simongan.
Semua :
(saling memandang) Wa'allaikumsalam warrahmatullahi
wabarakatuh.
Sam Poo :
Alhamdulillahi rabbilallamin. Semoga allah memberkati
kita semua,
amin. Kami orang dari negeri Tionghoa.
Nama saya,
Sam Poo Kong. Hendak berlayar ke laut
Selatan.
Tetapi Allah menghendaki lain. Tiba-tiba juru
mudi kami,
Wang Jinghong, sakit mendadak, maka
kami
terpaksa harus merapatkan kapal, singgah di
daerah ini.
Kalau sedulur-sedulur tidak berkeberatan,
ijinkan
kami singgah di sekitar gua ini, untuk beberapa
hari.
Pribumi 1 :
Hai sedulur-sedulur, ternyata orang Tionghoa ini
beragama
Islam.
Pribumi 2 :
Iya, sedulur-sedulur. Tadi saya juga mendengar waktu
tionghoa
yang sakit itu, membaca bismillah saat minum.
Pribumi 4 :
Ah, jangan mudah percaya sedulur-sedulur, kalau kita
belum tahu
persis siapa sebenarnya mereka-mereka ini.
Pribumi 5 :
Saya punya usul, bagaimana kalau mereka kita tes baca
sahadad
terlebih dahulu, akur!
Semua :
Akuuuur!
Sam Poo :
Ashadualaillaha ilallah, waashadu
anamuhammadarrasulullah.
(kepada awak kapal)
bagaimana
kalau kita ciak ban dengan sedulur-sedulur
simongan.
Orang 1 :
Baik, tuan.
SEMENTARA ORANG-ORANG
SAM POO MENYIAPKAN MAKANAN,
ORANG
PRIBUMI RIBUT SENDIRI.
Pribumi 1 :
Hai sedulur-sedulur, tadi apa yang dikatakan tuan Sam,
tadi.
Pribumi 2 :
Cak… cak… apa gitu lho.
Pribumi 3 :
Kalau tidak salah dengar, tadi ada ban…ban…nya juga.
Pribumi 4 :
(sambil mengingat) ban…ban…cak… cak…ban…
Sam Poo :
Mari sedulur-sedulur, semua sudah siap. Kita ciak ban
dulu.
Pribumi 5 :
Tuan Sam Poo, cak…cak..ban, itu apa to, tuan.
Sam Poo :
Kalau dinegeri kami, makan bareng-bareng begini,
namanya
ciak ban. Ciak artinya makan, dan ban artinya
bersama.
Pribumi 1 :
Oh, ban.. ban.. ciak… cak… apa tadi tuan.
Pribumi 2 :
Aah, sudahlah sebut saja ciak-cak-an begitu kan
gampang.
(semua tertawa).
Sam Poo :
Haiya, begitu saja dipersoalkan, ya sudah, kita sebut
saja
ban-ciak-an. Mari sebelum banciakan dimulai, kita
73
| PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
berdoa
terlebih dahulu.
KEMUDIAN SAM
POO MEMBACA DOA SEBELUM MAKAN.
LAMPU
PANGGUNG
I, PELAHAN PADAM.
=
EMPAT =
SUASANA PANGGUNG II : LAMPU
PELAHAN TERANG. DIPAGI
HARI
MENJELANG
SIANG. PRIBUMI 1 & 2, BERPASAN DENGAN PRIBUMI 3, 4
& 5, YANG HENDAK BERANGKAT KE LADANG.
PRIBUMI 1 & 2,
MEMBAWA
KERANJANG SARAT DENGAN DEDAUNAN, AKAR-AKARAN
DAN
BEBERAPA REMPAH-REMPAH.
SEDANG PRIBUMI 3,
4 & 5 BAWA
SABIT,
CANGKUL.
Pribumi 3 :
Bawa apa itu, sedulur-sedulur. Kok kelihatannya berat
sekali.
Pribumi 4 :
Lagi pula berangkat jam berapa, kok sudah mendapat
sekeranjang
penuh.
Pribumi 1 :
Lho, sedulur-sedulur belum tahu, to, kalau hari ini tuan
Sam Poo
akan memberi hadiah kepada kita.
Pribumi 2 :
Iya, sedulur-sedulur. Kita akan diberi barang-barang
dari negeri
tuan Sam Poo, apabila kita memberi pada
beliau
rempah-rempah dari daerah kita.
Pribumi 5 :
Saya usul, bagaimana kalau kita segera ke ladang,
mencari
rempah-rempah tersebut. Akur! (kemudian
pribumi 3,
4 & 5 buru-buru pergi).
Pribumi 2 :
Aduh, lelah juga, ya.
Pribumi 1 :
Heh, sebaiknya kita bersihkan & rapikan dulu dedaunan
WIDYO LEKSONO
| 74
ini,
sebelum kita berikan pada tuan Sam Poo.
Pribumi 2 :
Iya, ya. Sambil menunggu sedulur-sedulur yang lain.
(sesaat
rombongan Sam Poo Kong datang. Membawa
barang-barang
dari Tiongkok).
Sam Poo :
Assalamu'alaikum sedulur-sedulur.
Pribumi 1
& 2 : Wa'alaikum salam, tuan sam Poo.
Sam Poo :
Alhamdulillah, semoga allah memberkati kita semua,
amin.
Haiya, kelihatan sepi sekali, sedulur yang laen,
pada kemana
ini.
Pribumi 1 :
Masih di ladang, tuan.
Pribumi 2 :
Iya, tuan. Masih pada mencari rempah-rempah.
Sam Poo :
Lha itu, mereka pada datang. Uh, uh…, rajin-rajin
semua ya,
sedulur-sedulur Simongan sini.
Pribumi 1 :
Ya jelas tuan, karena ada maunya.
Sam Poo :
Haiya, tidak apa. Yang penting semua halal.
Pribumi 3,
4 & 5: Assalamu'alaikum tuan Sam Poo.
Sam Poo :
Wa'alaikum salam. Buanyak sekali, dari mana ini
semua. Yang
jelas tidak mencuri kan. (tempo) haiya,
memang
benar, mencuri itu tidak baik. Owe tahu
sedulur-sedulur
simongan orangnya baik-baik semua.
Semua :
Iya, benar tuan.
Sam Poo :
Nah, sekarang maju satu-satu, bawa masing-masing
barangnya.
KEMUDIAN SATU PERSATU PARA PRIBUMI MAJU,
MENUKAR REMPAHREMPAH
DENGAN
BARANG-BARANG DARI TIONGHOA.
Sam Poo :
Haiya, ini jahe. Bisa sembuhkan masuk angin. Kalo ini
kunir,
dapat ademkan perut. Ha, kalo ini merica. Bisa
bikin pedes
di mulut. Pasti Kaisar senang.
Pribumi2 :
(bergantian) bagus sekali sutera ini. Indahnya
keramiknya.
Baru kali ini saya punya barang seperti ini.
Sam Poo :
Baiklah, sedulur-sedulur semua. Hari sudah siang,
saatnya
sembahyang dluhur. Kita tinggalkan smentara
urusan
duniawi. Jangan lupa, selesai maghrib, owe
pingin
bancakan di gubug owe. Assalamu'alaikum.
Semua :
Wa'alaikum salam.
=
LIMA =
SUASANA PANGGUNG
I : DI DEPAN SEKITAR GUA,
TEMPAT
ROMBONGAN
SAM POO KONG
BERSINGGAH. ORANG-ORANG PRIBUMI
DAN
ROMBONGAN SAM
POO KONG BERKUMPUL, MAKAN
BERSAMA.
LAMPU PELAHAN TERANG. PENGADEGAN
MENGEMASI PERLENGKAPAN
BANCAKAN.
Sam Poo :
Assalamu'alaikum wr. Wb. (kemudian kultum).
Sedulur-sedulur
owe yang dimuliakan allah. Ini hari
sudah yang
ke 10, owe singgah di Simongan. Dan owe
liak,
tuanku Wang, sudah agak baikan. Malam ini juga,
owe mohon
pamit untuk lanjutkan pelayaran. Owe maaf
segala
kesalahan selama owe disini. Owe tinggali satu
kapal dan
10 awaknya untuk nemani dan ngrawat
tuanku Wang
disini. Wassalamu'alaikum wr. Wb.
SAM POO
KONG KEMUDIAN MENYALAMI SATU-PERSATU, DAN
WIDYO LEKSONO
| 76
KELUAR.
BEBERAPA PENGIKUTNYA,
MENYERTAI. BEBERAPA AWAK
KAPAL
YANG DIITNGGAL DAN PRIBUMI, MELEPAS
KEPERGIANNYA.
LAMPU PANGGUNG I PELAHAN
PADAM. TAMPAK (DI LATAR
BELAKANG),
PELAYARAN BEBERAPA KAPAL.
BACK SOUND
:
Akhirnya
Sam Poo Kong, melanjutkan pelayarannya ke laut
selatan.
Sebagai bahariwan yang tangguh, dia tidak mengenal lelah
dalam
melaksanakan tugasnya. Sepeninggalan Sam Poo Kong, Wang
Jinghong
kesehatannya berangsur-angsur membaik. Dia pun seorang
muslim yang
saleh. Giat menyebarkan agama, di kalangan masyarakat
Tionghoa
dan penduduk setempat. Diajarkannya pula cara berdagang,
bercocok
tanam, sampai pada meramu obat.
Akhirnya
Wang Jinghong merasa betah tinggal di Simongan,
Semarang.
Lama kelamaan daerah tersebut didatangi banyak orang,
sehingga
menjadi ramai. Demi menghormati Laksamana Sam Poo
Kong yang
berjasa, didirikan patung di gua itu untuk dipuja.
=
ENAM =
SUASANA PANGGUNG
I : LAMPU PERLAHAN MENYALA.
TAMPAK
WANG JINGHONG
DENGAN BEBERAPA PENGIKUTNYA DUDUK
BERSIMPUH
DI DEPAN GUA. MELAKUKAN
RITUAL PEMUJAAN ALA
TIONGHOA.
SUASANA PANGGUNG
II : LAMPU PELAHAN MENYALA.
TAMPAK
BEBERAPA
ORANG PRIBUMI GELISAH.
77
| PEMBELAJARAN TEATER UNTUK REMAJA
Pribumi 1 :
Hai lihat itu, sedulur-sedulur. Apa yang dilakukan
orang-orang
didepan gua.
Pribumi 2 :
Iya, bukankah itu yang paling depan tuan Wang.
Pribumi 3 :
Benar sedulur-sedulur. Itu tuan Wang.
Pribumi 5 :
Saya punya usul, bagaimana kalau kita datangi tempat
itu
beramai-ramai, akur.
Semua :
Akuuuur...
SEMUA MENUJU PANGGUNG I.
PELAHAN LAMPU PANGGUNG II PADAM.
Pribumi 4 :
Aai tuan Wang. Ini tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Pribumi 1 :
Bukankah tuan Wang sendiri mengajarkan, janganlah
menyembah
selain allah.
Pribumi 3 :
Ini sudah menyalahi ajaran.
Wang Jing :
Astaghfirullah. Sabar, sedulur-sedulur. Ini salah paham.
Pribumi 2 :
Sudah jelas, bahwa apa yang sedang tuan Wang lakukan
adalah
menyembah patung.
Wang Jing :
Astaghfirullah. Tidak, tidak! Saya tidak menyembah
patung.
Na'udubillah himindaliq. Ini ritual yang
dilakukan
oleh orang-orang di negeri kami. Tidak, ini
salah
paham.
Pribumi 5 :
Saya punya usul, bagaimana kalau hal ini kita
sebarluaskan
masyarakat, akur.
Semua :
Akuuuuur.
Wang Jing :
Hai, sedulur-sedulur. Sabar, sabar. Jangan salah paham.
Saya tidak
menyembah patung. Itu patung pemujaan
pada tuan
Sam Poo.
Pribumi :
(bergantian, bersahutan) hai orang-orang Simongan,
Semarang
dan sekitarnya… tuan Wang menyembah
patung.
KALIMAT TERSEBUT DIUCAPKAN BERULANG-ULANG SAMPAI
MENGHILANG,
DENGAN DIBARENGI KELUARNYA PARA PRIBUMI.
Wang Jing :
Tidak, tidak. Saya tidak menyembah patung. Saya tetap
menyembah
Allah. Ini salah paham.
Astaghfirullahaladzim.
PELAHAN LAMPU PANGGUNG I PADAM.
=
SELESAI =
Semarang, 25 Oktober 2004